Sebagai wanita, kadang aku tidak mengerti dengan makhluk bernama wanita. Ada berjuta warna tentang wanita. Ada wanita yang amat menjaga kehormatannya, setengah hati menjaga dan ada pula yang menjual kehormatan tanpa harga. Ada wanita yang merasa amat terhina saat dipandang sedemikian rupa oleh lelaki, ada yang biasa saja, bahkan ada yang senang dan bangga.
Dari cara berpakaian pun ketahuan, mana wanita yang menghargai dirinya sendiri, mana yang tidak. Wanita yang menutup seluruh badannya kecuali muka dan telapak tangan dengan pakaian longgar tentu sangat berbeda dengan mereka yang menutup seluruh auratnya dengan kain transparan dan ketat membentuk tubuh. Amat berbeda juga dengan yang membiarkan bagian tubuhnya terbuka dan terlihat.
Duhai wanita, benar-benar aku tak mengerti. Bukankah telah datang padamu pengetahuan tentang cara berpakaian yang datangnya dari Sang Pencipta? Di zaman sekarang rasanya tak mungkin engkau tak tahu. Bukankah pengajian dan majelis taklim pun bertebaran di sekitarmu? Di masjid, mushola, rumah tetangga, televisi, radio, koran, majalah dan masih banyak sumber informasi lainnya. Bukankah saat engkau keluar rumah, amat mudah dijumpai wanita yang menutup aurat dengan benar? Tak pernahkah engkau berpikir dan bertanya-tanya dalam hatimu, mengapa mereka seperti itu dan engkau tidak? Bukankah engkau dan ia sama-sama wanita? Sama-sama memiliki keindahan kulit dan tubuh yang menarik bagi lawan jenis.
Duhai wanita, engkau adalah makhluk amat indah. DiciptakanNya perasaanmu selembut salju. Jadi tutupilah auratmu secara benar dan utuh, tidak minimalis seperti bangunan rumah yang siapapun bebas menatap keindahannya.
Minimalis, karena selain muka dan telapak tangan masih engkau tampakkan keindahan bagian yang lain. Masih engkau tampakkan bayang-bayang tubuh dan rambutmu dibalik kain kerudung dan baju yang dipakai. Masih terlihat lekuk-lekuk tubuhmu karena ketatnya pakaian yang menutupi badan. Masih engkau perlihatkan auratmu di sekitar rumah, karena engkau hanya menutupinya saat pergi-pergi saja. Engkau masih menganggap pakaian taqwa seperti mode, yang perlu dihias disana sini hingga menarik perhatian, yang hanya dikenakan saat kuliah, sekolah, kerja, belanja ke pasar dan aktifitas yang jauh dari rumah lainnya.