Menikmati pagi yang masih sama dengan secangkir teh hangat dan lantunan murattal surat Al Mulk, berlanjut ke beberapa surat selanjutnya. Sebuah harapan baru di pagi ini tersemat di hati. Meski mendung, semoga tak memendungkan setiap jiwa yang memandangnya.
Masih dengan hati yang ini, masih dengan perasaan yang begini, masih dengan cinta ini. Menjalani hidup dengan kemuslimahan yang Allah swt anugerahkan. Mensyukuri setiap nikmat, terlebih nikmat iman ini. Subhannallah… luar biasanya hidup ketika kita menjalani semuanya berdasarkan versiNya. Ketika kita mematuhkan semua gerak adalah muara menujuNya.
Allah swt, pencipta kita. Pencipta kefitrahan kita. Telah begitu jelas menggariskan banyak hal yang harus kita patuhi. Semata bukan hanya sebagai kewajiban, namun adalah tanggung jawab atas amanah yang pernah kita sanggupi; sebagai khalifah fil ard.
Dan garis yang itu, yang telah jelas membatasi perbedaan antara kaum adam dan kaum hawa. Dimana, Allah swt telah mengamanahkan fungsi dan peranannya masing-masing, untuk kita pergunakan sebaik mungkin, dalam tapak kehidupan seorang muslim/mah.
Maka kita, sebagai seorang muslimah. Melihat beberapa ketimpangan kaum kita yang melenceng dari fitrahnya, mempunyai tanggung jawab untuk mengulasnya menjadi pemahaman, yang kemudian diharapkan terurai menjadi laku.
Ketika kita berbicara tentang kewanitaan, maka kita membicarakan tentang karakteristik dan kepribadian kaum yang sering kita kenal dengan sebutan feminis. Namun disini, topik pembahasan akan lebih dikerucutkan pada karakteristik kefitrahan itu sendiri.
Wanita, adalah sosok yang sering kita identikkan dengan keindahan, kelembutan, keibuan dan masih ada beberapa.
Lalu bagaimana dengan wanita yang kelaki-lakian, yang kemudian dalam msyarakat umum sering disebut dengan tomboy? Apakah sang wanita telah menyimpang dari kefitrahannya?
Maka jawabannya adalah ya, wanita yang bertabiat seperti itu sedang tidak pada tempatnya sebagai wanita.
Sering kita dengar alasan sebagian wanita yang bertabiat tomboy , bahwa watak itu sudah dari “sononya” sebagai pembelaan diri. Padahal, jelas Allah swt menciptakan kita dengan peranan dan fungsi masing-masing sebagai lelaki dan perempuan.
Mari kita telisik lebih dalam, bahwa biasanya faktor yang sangat mungkin menyebabkan seorang wanita tomboy, dan sebaliknya seorang lelaki banci (sebutan untuk lelaki yang kewanita-wanitaan) adalah faktor pola asuh orangtua, faktor lingkungan, faktor pergaulan dan sangat mungkin masih ada beberapa faktor yang bisa diurai dalam konteks yang lebih luas.
Dari sinilah kita bisa memulai memahami, bahwa tidak ada faktor yang melenceng dari fitrah. Maka sudah barang tentu yang menjadi fokus kita untuk memperbaiki keadaan ini adalah dari pola asuh orang tua. Menjadi pelajaran berharga bagi kaum Ibu (dan tentunya turut serta kaum Bapak) untuk mengawal tumbuh-kembang putra-putrinya mulai dari rumah, lingkungan serta pergaulan di sekup yang lebih kompleks dan luas.
Itulah kemudian dapat dipahami juga, bahwa orang tualah yang paling bertanggung jawab terhadap putra-putrinya, bukan guru ngajinya dan guru-guru yang lain kelak dihadapan Allah swt.
Bagaimana kemudian bagi kaum wanita yang sudah terlanjur menjadi tomboy?
Harus ada upaya dari dalam dirinya untuk kembali pada fitrah, yang didukung oleh beberapa faktor dari luar dirinya, seperti keluarga, lingkungan, pergaulan dan lainnya.
Bagaimana juga ada yang tetap kekeh bilang itu sangat susah karena sudah menjadi semacan naluri? Hmmm… sulit bukan berarti tidak bisa dilakukan bukan?
Bukankah Allah swt sangat mengetahui siapa yang bersungguh-sungguh? Yakinlah bahwa Allah akan merubah seseorang jika orang itu berupaya pula mau merubah dirinya sendiri.
Akan tetap hidup melenceng dari fitrahan, atau kembali kepada kefitrahan. Itu adalah pilihan ketakwaan. Karena benar adanya larangan itu dalam aturan agama kita baik menyerupai pada bab pakaian atau pada bab sifatnya. Tak ada spekulasi apa lagi tawar menawar. Termasuk tawar menawar sebagian orang dengan pendapat ; tidak mengapa asal tidak sampai operasi kelamin.
Wallahu’alam bishawab
***
/rf_Jakarta, 24 Januari 2011_08.56 wib (Rifatul Farida)
Foot Note :
Dari Abu Hurairah berkata: “Rasulullah melaknat pria yang memakai pakaian wanita dan wanita yang memakai pakaian pria” (Al-Hakim IV/19 disepakati oleh Adz-Dzahabi).
Dari Abdullah bin Amru yang berkata: Saya mendengar Rasulullah shalallohu ‘alahi wa sallam bersabda: “Tidak termasuk golongan kami para wanita yang menyerupakan diri dengan kaum pria dan kaum pria yang menyerupakan diri dengan kaum wanita.” (Ahmad II/199-200)
Dari Ibnu Abbas yang berkata: Nabi shalallohu ‘alahi wa sallam melaknat kaum pria yang bertingkah kewanita-wanitaan dan kaum wanita yang bertingkah kelaki-lakian. Beliau bersabda : “Keluarkan mereka dari rumah kalian. Nabi pun mengeluarkan si fulan dan Umar juga mengeluarkan si fulan.” Dalam lafadz lain : “Rasulullah melaknat kaum pria yang menyerupakan diri dengan kaum wanita dan kaum wanita yang menyerupakan diri dengan kaum pria.” (Al-Bukhari X/273-274).
Dari Abdullah bin Umar, Rasulullah shalallohu ‘alahi wa sallam bersabda: “Tiga golongan yang tidak akan masuk surga dan Allah tidak akan memandang mereka pada hari kiamat; Orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya, wanita yang bertingkah kelaki-lakian dan menyerupakan diri dengan laki-laki dan dayyuts (orang yang tidak memiliki rasa cemburu).” (Al-Hakim I/72 dan IV/146-147 disepakati Adz-Dzahabi).