Lucu juga rasanya bila saat ini, saya merasakan diri saya seperti beberapa wanita yang kukenal, yang terlihat dianggap sebelah mata oleh suaminya sendiri. Padahal bila kita bertukar peran, belum tentu suami dapat menjalankannya sebaik istrinya. Peran wanita di samping suami memang sebuah amanah yang sangat berat, bila kita sebagai perempuan tidak memaknainya sebagai sebuah ibadah kepada Allah Swt.
Selain melahirkan anak-anak, penerus generasi manusia, juga harus mampu memupuk bahkan menyirami anak-anak tersebut dengan ilmu dan contoh yang baik dari kita, sebagai orangtuanya. Dan dalam peran ini, wanitalah yang paling banyak diharapkan andilnya. Tentu wanita disini diharapkan punya ilmu dan wawasan yang luas, agar bisa memberikan banyak kemudahan dalam membimbing anak-anak yang disayanginya, yang dilahirkannya dengan bergadai nyawanya sendiri. Ilmu dan wawasan tidak bisa didapatkan secara mudah. Perlu belajar terus menerus disetiap kesempatan. Karena jaman saat ini seakan-akan kita tidak pernah berada dalam situasi yang monoton. Contoh kecil saja, tentang handphone dan televisi. Model dan kecanggihan hp saat ini dalam kurun waktu sekitar 3 atau 6 bulan selalu lebih maju. Para pemikir dan pembuat hp seakan berlomba, memperlihatkan kepandaiannya dalam memajukan produk yang ingin dipasarkannya. Begitu juga televisi saat ini, dulunya pakai tabung, setelah itu tabungnya hilang, dan body TV lebih ramping. Bahkan saat ini semakin tipis bentuknya, mungkin kedepannya, akan seperti selembar kertas.
Belum lagi masalah internet dan narkoba. Kita sebagai ibu, tentu harus tahu apa saja kode-kode di website yang berada dalam kotak merah untuk anak-anak kita, dan bagaimana memberikan pemahaman kepada mereka agar saat mereka mencari ilmu di sana, tidak berbelok jalan untuk melihat sesuatu yang sebenarnya tidak boleh mereka lakukan. Masalah narkoba juga begitu. Ada berbagai macam jenis, dan gilanya saat ini, anak-anak seakan-akan lebih pintar dari kita untuk meramu minuman yang biasa dijual bebas untuk dijadikan minuman yang membuat tubuh mereka ‘melayang’. Dimana peran kita sebagai ibu? Tentu kita harus semakin giat belajar, agar kita bisa mewaspadai hal-hal yang tidak diinginkan yang akan terjadi pada anak-anak kita. Dan berusaha memberikan fondasi iman dan ilmu tentang bagaimana saat ini, banyak sekali godaan dalam mengisi kehidupan ini. Tentu, bukan berarti sang anak harus dalam ‘kerangkeng’ pengawasan kita selama 24 jam. Mereka perlu bersosialisasi dengan kawannya, juga untuk diri mereka sendiri guna belajar mandiri dalam mengelola hidup mereka di kemudian hari.
Kembali ke hal belajar tersebut, wanita itu sangat berat juga perannya dalam mendampingi suami. Saat suami pulang dari kerja, istri tentu tidak boleh terlihat ‘jelek’ di mata suami. Saat suami di luar rumah, tentu dia melihat banyak wanita cantik yang beraneka ragam. Nah, bila suami pulang ke rumah, apakah kita menyodorkan banyak keluhan dan bahkan pakaian kita masih berbau asap dapur atau bau lainnya? Selain itu, kita perlu mengetahui pekerjaan suami, minimal apasaja tugas dan apa yang dilakukannya. Untuk hal ini, istri harus belajar walau sedikit, agar bila suaminya bercerita tentang pekerjaannya, dia akan mudah diajak berdiskusi. Berat kan? Tentu saja tidak, bila kita ingin suami kita merasa nyaman bila ngobrol bersama kita.
Perempuan walau lemah secara fisik dibanding laki-laki, tapi sebenarnya kuat dalam menanggung tanggungjawab yang diembankan kepadanya. Saya melihat wanita yang ditinggalkan oleh suaminya, yang pendidikannya minim dan menafkahi sendiri keluarganya, bahkan mampu membiayai anak-anaknya sekolah ke level tertinggi dan mengantarkan anak-anaknya ke gerbang kesuksesan. Ibu itu punya kekuatan lebih. Disaat dia harus merawat anak-anaknya, dia bisa pula mencari nafkah tanpa meninggalkan tanggungjawabnya sebagai ibu bagi anak-anaknya. Untuk ibu seperti ini, patutlah kita acungkan jempol, karena disaat yang sama banyak pula wanita yang membuang bayi dan anaknya karena takut bertanggungjawab untuk kelangsungan hidup anaknya dengan berbagai alasan.
Itu baru segelintir pekerjaan istri, belum yang tetekbengek remehtemeh terlihat di mata. Jika suami yang memang mencintai istrinya, tentu dia menyadari betapa istrinya telah banyak membantunya dalam menegakkan rumahtangganya, sementara dia hanya punya satu peran, yaitu memenuhi nafkah keluarga.
Bukan karena saya seorang perempuan, maka menuliskan tentang kekuatan wanita di sini. Tapi hanyalah sebuah kenyataan bahwa bagaimanapun karier wanita, bila dia pulang ke rumah tetaplah dia seorang wanita, sebagai istri bagi suaminya, juga sebagai ibu dari anak -anaknya. Wanita yang saat ini punya pilihannya sendiri, apakah dia tetap berkarier di luar rumah atau hanya berkarier di rumahnya sendiri. Pilihan sebagai istri dan ibu yang punya banyak waktu untuk selalu mendampingi mereka di segala jenis cuaca dan waktu yang mereka jalani.
Bila pembaca mempunyai suami yang terlihat menganggap remeh keberadaan istrinya, maka bolehlah dicoba untuk membicarakan dan berkomunikasi dengan suami dengan kepala dingin, agar memberikan waktu cuti untuk istri, keluar dari rutinitas kesehariannya. Dan tugas-tugas yang biasa dijalankan sang istri diserahkan kepada suami untuk satu minggu atau beberapa hari, agar suami bisa memahami dan merasakan gerak tari perjuangan sebagai ibu. Dan bila suami pembaca adalah seorang suami yang sangat perhatian dan bahkan terlihat menyayangi istri, tentu saja kita harus bersyukur kepada Allah, diberikan pendamping yang memahami kita, dan berterimakasih kepadanya. Semoga saja kita bisa menjadi wanita sholehah yang diridhoi suami, menjadi ibu yang baik dan dapat ditauladani oleh anak-anak kita. Aamiin.
Sangatta, 15 Maret 2014
Halimah Taslima
fb: halimah taslima