Keterangan lain disebutkan Ibnu Qudamah, “Boleh bagi lelaki mahram untuk melihat bagian yang biasa nampak di rumah, seperti leher, kepala, dua telapak tangan, kaki, dan semacamnya. Dan tidak boleh melihat bagian yang umumnya tertutup, seperti dada atau punggung dan semacamnya.” (al-Mughni, 7/454)
Diantara dalil yang mendukung pendapat ini adalah firman Allah, “Janganlah mereka (para wanita) menampakkan perhiasannya (auratnya) kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra mereka, atau putra suami mereka, atau saudara lelaki mereka.” (QS. an-Nur: 31)
Di awal ayat, Allah mengatakan, Katakanlah kepada wanita yang beriman, Hendaklah mereka menjaga pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak darinya.”
Kata Ibnu Masud, makna perhiasan yang sering nampak adalah bajunya. Dalam Tafsirnya, al-Jasshas menjelaskan, “Bahwa perhiasan ada dua: perhiasan yang biasa nampak, itulah pakaiannya, telapak tangannnya dan wajahnya. Dan kedua, perhiasan yang tidak biasa nampak, seperti anting, kalung, gelang, gelang kaki, dst.”
Di awal ayat, Allah membolehkan wanita terlihat bagian yang nampak. Kemudian di lanjutan ayat, Allah ajarkan, tidak boleh menampakkan perhiasan kecuali di depan mahramnya. Artinya batas yang boleh dilihat di di situ adalah aurat batin, dan itulah aurat yang biasa nampak ketika wanita di rumah. (Tafsir al-Jasshas, 5/174)
Karena itu, anak tidak boleh melihat aurat ibunnya selain anggota badan yang biasa nampak ketika mereka beraktivitas, meliputi wajah, kepala, leher, tangan sampai siku, dan kaki sampai lutut. (Inilah)
Allahu a’lam.
Oleh Ustadz Ammi Nur Baits