Eramuslim – ADA 3 batasan untuk aurat wanita:
(1) Seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan. Sehingga yang terlihat hanya pakaiannya. Sebagian ulama menyebutnya az-Zinah ad-Dzahirah (bagian yang nampak)
(2) Anggota wudu: leher ke atas, lengan ke bawah, dan betis ke bawah. Ulama menyebutnya az-Zinah al-Bathinah (aurat dalam)
(3) Antara pusar sampai lutut
Dari ketiga batasan ini, bagian manakah batas aurat wanita di hadapan lelaki yang masih mahram dengannya, seperti anak, bapak, saudara lelaki, paman, atau kakek? Ada 2 pendapat ulama dalam hal ini,
Pertama, aurat wanita di depan lelaki yang menjadi mahramnya, antara pusar sampai lutut. Ini merupakan pendapat Hanafiyah dan sebagian Syafiiyah. Al-Khathib as-Syarbini Ulama Syafiiyah mengatakan,
“Lelaki tidak boleh melihat aurat wanita mahramnya, baik mahram karena nasab, persusuan, atau pernikahan, antara pusar dan lutut boleh melihat ke pusar dan lutut, karena keduanya bukan aurat untuk dilihat mahram.” (Mughni al-Muhtaj, 3/129)
Kedua, aurat wanita di depan lelaki yang menjadi mahramnya, adalah anggota wudu. Ini pendapat sebagian syafiiyah, dan pendapat hambali. Al-Khathib as-Syarbini menyebutkan pendapat kedua,
“Ada yang berpendapat, lelaki mahram hanya boleh melihat bagian yang biasa nampak ketika wanita beraktivitas. Karena bagian anggota badan yang lebih dari itu, tidak ada kepentingan mendesak baginya untuk melihatnya. Yang dimaksud bagian yang biasa terlihat ketika beraktivitas adalah wajah, kepala, leher, tangan sampai siku, dan kaki sampai lutut.” (Mughni al-Muhtaj, 3/129)