Wanita muda itu sepertinya tidak memperoleh pendidikan dan pengasuhan yang selayaknya sewaktu kecil. Cara bicaranya susah dipahami, Kemampuan membaca dan menulisnya tak lebih dari kemampuan anak kelas 1 SD, kemampuannya berhitung sebesar uang yang dimilikinya, dan dia hampir tidak pernah bepergian kecuali sejauh jangkauan kakinya.
Dan dia seorang ibu.
Seorang ibu yang tidak bisa bersenandung untuk menidurkan anaknya, tidak bisa mengajari anaknya menyanyi apalagi mengaji. Kekasarannya memperlakukan anaknya bisa jadi menggambarkan bagaimana dia diperlakukan ketika kecil. Ekspresi kasih sayangnya pada anaknya kadang terlihat begitu absurd.
Tetapi tetap saja dia seorang ibu, seabsurd apapun dia memperlakukan anaknya tetap saja kasih saying seorang ibu tertangkap dalam hati anaknya, hingga bagaimanapun dia memperlakukan anaknya, sang anak tetap mencari ibunya sepulang sekolah, mencari ibunya ketika sang anak merasakan ketidaknyamanan pada dirinya. Meskipun dia tidak mendapatkan kelembutan dari ibunya.
Hingga suatu hari kulihat suatu gambaran yang sangat menakjubkan dari bentuk ikatan ibu dan anak. Saat sang anak tengah bermain, saat itu si anak masih TK, tiba-tiba turun hujan, segera saja dia berlari kencang ke arah rumahnya sambil berteriak” Bu..bu..udan..udan bu.. memehane(jemurane) dientasi bu” Demikian dia teriak-teriak untuk memberitahu ibunya, agar jemuran ibunya tidak kembali basah karena hujan. Masya Allah…meski si anak tidak diasuh sebagaimana anak-anak pada umumnya tetap saja ada kepedulian si anak kepada ibunya untuk hal yang paling kecil sekalipun seperti halnya masalah jemuran tadi.
Kisah diatas saya tulis di blog saya http://nggirprogo.blogspot.com/2013/03/ibu-dan-anaknya.html mnggambarkan satu contoh betapa istimewanya ikatan ibu dan anak. Jalinan perasaan yang merupakan setingan Allah Tabarakta wa Taa’laa. Tak tergantikan. Rasa yang sangat indah yang begitu dirindukan oleh semua wanita.
Ya, menjadi ibu adalah kebahagiaan besar. Perasaan yang membuncah ketika sang buah hati lahir, kegembiraan menyaksikan anak tumbuh berkembang dengan sehat sampai kebahagiaan karena mendapat tempat khusus di hati anaknya adalah nikmat Allah yang takterkatakan. Semua itu akan dimilikinya ketika seorang ibu tetap pada fitrahnya, mensyukuri kesempatan yang Allah berikan untuk menjadi seorang ibu dan menjalankan perannya sebagaimana yang Allah perintahkan.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْناً عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun . Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (Qs. Luqman : 14)
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ :يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ، قَالَ أَبُوْكَ
Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, belia berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu.’” (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548)
Berbahagialah menjadi ibu, berbahagialah dengan segala kerepotan dan tugas-tugas seorang ibu, jangan merasa terbebani karena itu semua akan mengantarkan ibu-ibu pada keridhoan Allah subhanahu wa ta’ala.
Wallahu ‘alam bisshawwab.
Diatri Ratih Rahayu