Aku menangis. Untuk ke sekian kali. Entahlah, aku tidak dapat menjelaskan dengan kata-kata kenapa aku bisa terus mengeluarkan air itu di kedua sudut mataku itu. Aku hanya bisa berdiam, di sudut kamar, mencoba merefleksikan dimana aku sekarang, dan sudah sejauh apakah kakiku melangkah menjauhi kehidupanku sebelumnya.
Berulang kali saya berteriak dalam hati “SIAPA SEBENARNYA AKU?”
Bulan Desember beberapa tahun lalu…
Aku tiba-tiba menjadi sorotan banyak kawan. Aku diberi selamat. Dilontari dengan pujian dan rasa syukur. Banyak kudapati mata-mata yang menyorot tidak percaya. Jujur…..itu yang menbuatku bisa ‘kuat’ pada saat itu.
Pada saat yang sama sekaligus aku dengarkan bisik-bisik yang berisi caci maki dan protes di belakangku. Dan mungkin ini yang membuatku selalu menangis dalam kesendirian di awal-awal perubahan itu.
Aku memang memutuskan berubah. Aku yang semula dikenal amburadul, aktivis pecinta alam, yang sangat mengagungkan komunitas lelaki, sekaligus seorang penggiat di kelompok teater TEMIS, tiba-tiba memutuskan untuk menghijabi penampilan, bahkan langsung dengan mengenaikan pakaian dan jilbab lebar !
Entahlah, aku tidak begitu megingat apa yang sedang terjadi waktu itu.
Aku tidak sedang sakit hati karena putus cinta, aku tidak sedang frustasi karena apapun.
Yang terjadi waktu itu adalah (dan ini yang saya yakin sekali),
“ALLAH SEDANG KABULKAN DO’AKU YANG TERBESAR!”
Banyak orang bertanya kenapa aku bisa mengambil keputusan yang begitu kontroversal seperti itu ? (kontroversial…? Tidak juga !) Well, satu prinsip yang selalu aku pegang adalah : “jangan nafikan kebenaran, dari siapapun datangnya…”
Maka ketika mulai muncul keresahan dalam diriku mengenai kehidupan yang sedang aku jalani. Ada beragam pertanyaan yang aku sendiri tiada mampu menjawabnya. “Apa yang sebenarnya aku cari dari begitu banyak aktivitas yang kugeluti?” “Apa yang aku dapati sepulang besenang-senang dengan ‘geng’ ku?”
Kami bisa menghabiskan waktu berjam-jam (kebun mawar di jimbaran menjadi tempat favorit kami), kadang seharian hanya untuk bersenang-senang. Tapi begitu pulang aku kembali merasa kesepian…….. Aku mulai bertanya “akan seperti inikah hidup saya?” “Akan seperti ini teruskah waktu kuhabiskan?”
Aku mulai merasakan ketidaknyamanan……
Akhirnya aku mulai berkenalan dengan orang-orang rohis di kampus. Awalnya aku emoh mengenal mereka. Aku berfikir bahwa mereka adalah kelompok eksklusif yang pasti akan memandang rendah orang lain, khususnya aku.
Tapi saya aku akan tantangan……
Jadilah aku berkenalan dengan mereka.
Ternyata…. aku keliru. Stempelku terhadap mereka basi. Mereka ternyata adalah orang-orang yang penuh perhatian dan memiliki banyak cinta untuk dibagikan….
Dan aku tertarik untuk mengambil cinta itu…
Jadilah kami saling mencintai…. karena Allah tentu…
Dari mereka resahku terjawab. Dari mereka aku fahami kebenaran itu. Aku mendapat banyak ilmu dari seluruh pertanyaan yang kulontarkan dan mampu mereka jawab.
Aku merasa menemukan sesuatu yang kucari selama ini. Jujur….aku mulai merasa nyaman dengan berdekatan bersama mereka.
Maka inilah yang kudapati dari pengembaraan ini. Untuk mengingatnya selalu aku coba menuliskannya. Tidak hanya dalam buku catatanku, tapi turut tersimpan rapi dalam ruang fikir dan hati yang tidak bersekat.
Kehidupan pada hakekatnya merupakan arena besar untuk manusia. Dalam kehidupan, jasad manusia menjadi bagian dari realita dunia materi. Jasad tersebut menjadi potensi besar yang dimiliki oleh manusia. Dengannya manusia mampu mengekspresikan dua unsur, yaitu akal dan ruh (hati).
Maka ketika hanya kekuatan jasad yang dominan, manusia akan menjadi sosok yang ‘bodoh dan penantang’. Allah sebutkan hal ini dalam Q.S Yaasiin :77
“Dan apakah manusia tidak bahwa Kami menciptakannya dari setitik air (mani). Maka tiba-tia ia menjadi penantang yang bodoh”
Selain itu, ada lagi sosok manusia yang tidak hanya memperhatikan unsur jasad mereka tapi juga ruh ruhani dan aqli. Mereka membebaskan diri dari pandangan-pandangan sempit materalisme. Mereka memandang bahwa unsur terpenting mereka adalah unsur ruh karena ruh itulah yang bergerak. Ia masuk ke rahim ibu, kemudian ke alam jasadi, alam fisik atau dunia materi. Dan akhirnya ia kembali ke alam yang sebenarnya.
Manusia-manusia ini disebut manusia fitrah. Yaitu manusia-manusia yang memahami hakekat kemanusiaannya. Meyakini Allah yang ghaib.
Keyakinan manusia-manusia fitrah ini begitu kuat. Mereka menjalani hari-hari dalam hidupnya dengan optimis.
Merekalah manusia yang menjual dirinya kepada Allah dengan tebusan surga yang penuh kenikmatan. Allah menjelaskan cirri-cirinya dalam Q.S Taubah:112
“Mereka itu adalah at taibun, al Hamidun, al Abidun, as Saibun, ar Ra’kiun as Sajidun, al Amruna bil ma’ruf wan Nabuna anil munkar, al Hafidzuna li bududillah. Dan gembirakanlah orang-orang mukmin itu..”
Begitulah….
Aku gemetar untuk menuliskan lebih lanjut perenungan ini.
Bukan aku memang yang membuat kata-kata itu. Tapi hal itu tidak membuatku menjadi tidak merenung lebih dalam ketika membacanya.
Aku lantas bertekad untuk hidup lebih lama di dunia. Aku perlu hidup. Karena dengan menjadi hidup dan bernyawa, aku mampu melakukan perniagaan kepada Allah SWT. Perniagaan yang memperjual belikan surga ….Aku harus mampu membuktikan bahwa saya mampu menjadi manusia fitrah !
Tujuan hidupku cuma satu….
“Bagaimana aku mampu menjadi manusia cerdas, yang memiliki visi jauh ke depan, tidak hanya di dunia materi ini tapi juga di alam kekal abadi, tempat manusia sebenarnya. Dengan itu aku termotivasi untuk mencari bekal hidup, melalui kesadaran awal bahwa saya hanyalah seorang hamba.”
Maka beginilah aku ….
Tidak terasa aku sudah menjalani proses ‘keajaiban’ ini selama 3 tahun kurang 97 hari. Aku tidak berusaha mengatakan bahwa saya jauh lebih baik dari orang lain. Tapi setidaknya diriku hari ini jauh lebih baik daripada diriku yang beberapa tahun lalu.
Dan aku berbahagia untuk itu……
AMICK TEAK!
(buat all ikhwah di FH Undip-dan UNDIP Semarang; ijinkan aku menggelorakan hamazahini setiap waktu…!!!)