Wahai anakku, engkau tentu lebih tahu tentang dirimu sendiri. jika engkau yakin, bahwa engkau di atas kebenaran, dan kepada kebenaran engkau menyeru orang, maka teruskaniah! Sahabat-sahabatmu juga telah terbunuh di atas kebenaran ini. . .’.
Nasehat diatas rasanya tidak asing bagi kita yang sering membaca kisah para sahabat. Nasehat ini adalah nasehat dari asma binti abu bakar r.a. kepada anaknya abdullah bin zubair r.a. pada saat beliau menjadi khalifah. Abdullah dalam keadaan yang putus asa, bingung, sedih, kecewa melihat umat islam yang saat itu memang sedang mengalami perpecahan politik lantas beliau langsung pergi kepada bundanya asma. bunda asma saat itu tengah mengalami kebutaan, usianya genap 100 tahun namun semangatnya seperti seakan-akan islam baru masuk dalam hatinya. Semangat yang begitu kuat dalam memegang kebenaran. Bisa terlihat dari nasehat beliau yang begitu tegas, beliau menyemangati anaknya agar tetap memegang kebenaran.
Sungguh tidak aneh dan biasa saja rasanya jika sosok asma memang asma, beliau muslimah, ibu yang tangguh, sahabiyah yang cerdas berani, hidup bersama RasululLah saw saat wahyu turun kepada baginda RasululLah, anak dari sahabat RasululLah ; abu bakar ash siddiq r.a. yah beliau adalah asma, beliau adalah sahabiyah wajar sekali beliau adalah ibu yang tangguh karena beliau hidup di zaman generasi awal islam. Islam begitu menghujam dalam jiwanya dan beliaupun sadar sangat sadar perannya sebagai ummun wa rabbatu al bayt. Para ‘ulama banyak menceritakan beliau dengan kisah perjuangan menemani anak-anaknya dalam memegang kebenaran islam, beliau sebagai ibu yang berhasil mengantarkan anak-anaknya Insyaa Allaah masuk surga. Abdullah bin zubair r.a. syahid di jalan Allaah, pahala yang luar biasa bagi orangtua ketika anaknya syahid.
Islam sekarang tetaplah islam, perempuan sekarang tetaplah perempuan tidak ada yang berubah. Aturan islam tetaplah aturan islam tidak ada yang berubah. Aturan islam mengenai nisaa tetap dan tidak berubah.
Dalam kitab Muqadimah Dustur bab ijtima’iy yang telah ditulis oleh Taqiyyudin an nabhani dituliskan bahwa al ashlu fil mar-ah huwa ummun wa rabbatu al bayt (hukum seorang wanita adalah sebagai ibu dan pengatur rumah tangga). Makna al ashlu (asal) dalam kamus bahasa ‘arab artinya adalah; sesuatu yang dibangun, pokok, landasan. Jika dikatakan sebagai landasan atau pokok maka aktivitas utama seorang wanita adalah dia sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Maka aktivitas apapun itu baiknya aktivitas wanita adalah membantu pelaksanaan kewajiban dia sebagai seorang ibu dan pengatur rumah tangga.
اَلْقِيَامَةِ يَوْمَ لْأَنْبِيَاءَ بِكُمُ مُكَاثِرٌ إِنِّي اَلْوَلُودَ اَلْوَدُودَ : تَزَوَّجُوا
“Nikahilah perempuan yang subur dan penyayang, sebab dengan jumlahmu yang banyak aku akan berbangga di hadapan para Nabi pada hari kiamat”. Riwayat Ahmad. Hadits shahih menurut Ibnu Hibban.
Al waduuda dan al waluuda ; fitrahnya perempuan dia adalah sebagai ibu, karena Allaah telah menciptakan perempuan dalam keadaan dia bisa mengandung dan melahirkan anak.
Landasan kewajiban wanita dalam islam kembali kepada bagaimana al quran dan hadist mengaturnya, hukum asal seorang wanita adalah dia sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Kewajiban sebagai seorang ibu tidak hanya sebatas ‘ibu’, tapi muslimah khususnya yang menjadi ibu fahami filosofi apa itu ‘ibu’.
Seorang ibu harus faham hak-hak anak atas ayah dan bundanya. RasululLah saw bersabda kepada ali bin abi thalib r.a. “Wahai Ali, hak-hak anak-anak yang diwajibkan atas orangtua adalah sebanyak hak orangtua yang diwajibkan atas anak-anak”. Peranan orangtua yang pertama adalah memberi nama yang baik, nama yang baik akan mempengaruhi pikiran sang anak.
Seorang ibu harus faham apa itu hadhanah. Al hadhanah (pengasuhan anak) secara bahasa memiliki dua arti pokok, pertama al hidhnu (dada) yaitu anggota tubuh antara ketiak dan pinggang. Jika dikatakan, ihtadhana al walad artinya mendekapnya, yaitu merengkuh dan meletakannya didalam dekapan (pelukannya). Kedua, al hidhnu adalah janib asy syay’i (sisi sesuatu), jika dikatakan ihtadhana asy syay’a artinya meletakan sesuatu di sisinya dan berada dalam pemeliharaannya serta memisahkannya dari pihak lain. Hal itu seperti seekor burung yang mengumpulkan telurnya dan mengeraminya sehingga telur itu berada disisinya dan dibawah pemeliharaanya. Al hadhanah berkaitan erat dengan anak-anak yaitu berkaitan dengan penjagaan, pengasuhan, perawatan dan pemeliharaan anak serta aktivitas yang berkaitan dengan hal itu. Bagaimana dengan pendidikan anak atau tarbiyatu al walad, pendidikan anak termasuk kedalam hadhanah bagian dari pengasuhan. Ayah dan ibunya wajib memberikan pendidikan kepada anak-anaknya dengan pendidikan islam agar kelak menjadi anak yang shalih shalihah.
Kewajiban seorang ibu (dibantu sang suami) semenjak Allaah menganugerahi dia mengandung dalam rahimnya maka seketika itu seorang ibu harus memberikan hak hadhanah kepada janin yang itu menjadi kewajiban kita. Menjaga janin agar tetap sehat dalam rahim, seorang ibu harus memberikan makanan yang halal dan thayib. Tidak hanya fokus pada makanan namun sang ibu harus berpikir bagaimana mendidik anak semenjak dalam kandungan. Sejak kandungan ibu berumur 23 minggu, bayi dalam kandungan ibu sudah bisa mendengar dan merespon suara ibu dan suara lain. Dia bahkan sudah mulai mengembangkan indera perasa untuk merasakan makanan yang ibu makan. Pengalaman seperti inilah yang membantu si kecil menyiapkan dirinya untuk menghadapi kehidupan setelah kelahirannya. Memang kondisi sang ibu ketika hamil seakan-akan seperti membawa beban berton ton sehingga pikiran sang ibu fokus pada keadaan fisik, cepat lelah dan ingin selalu istirahat. Namun bagi ibu muslimah yang memiliki keinginan kuat kelak anak-anaknya yang lahir kedunia ingin sebagai anak shalih shalihah dan generasi yang baik, akan selalu tetap semangat mudah memotivasi dirinya “ibu ayo semangat, mendidik anak adalah investasi akhirat”.
Ketika anak lahir kedunia perjuangan benar-benar baru dimulai, SubhanalLah Allaah telah menciptakan manusia lahir ke dunia ada tahap-tahapnya yang bisa kita syukuri agar kita belajar tentang proses. Pada proses ini seorang ibu harus sudah faham bagaimana mendidik anak sampai baligh, bagaimana mempersiapkan mereka agar ketika masuk usia baligh mereka sudah siap menjalankan aturan Allaah ‘azza wa jalla. ketika anak baligh sudah tidak membantah lagi ketika ayah bundanya menjelaskan, “hukum menutup aurat”, “hukum seputar interaksi laki-laki dan perempuan”, “hukum aktivitas di luar rumah”, “hukum birrul walidain”, dst. Karena aturan tersebut sudah dibiasakan semenjak kecil. Bagi ibu fahami, pendidikan anak usia 7 tahun awal, tengah 7 tahun (14 tahun) dan 7 tahun berikutnya (baligh/dewasa).
RasululLah saw bersabda, “ Anak adalah majikan selama 7 tahun (tahapan pertama), dan hamba selama 7 tahun (tahapan kedua), dan ia menjadi menteri selama 7 tahun (tahapan ketiga) maka apabila ia menunjukan sifat yang baik pada usia 21 tahun, ia adalah anak yang baik kalau tidak tinggalkanlah dia, karena (bila kamu masih memeliharanya pada usia 21 tahun) berarti kamu telah melemparkan tanggung jawab kamu kepada Allaah”.
Jafar as shiddiq r.a. berkata, “biarkanlah anak-anak kamu bermain sampai mencapai usia 7 tahun (tahapan pertama) dan biarkan ia bersamamu (untuk belajar) selama 7 tahun berikutnya (tahapan kedua) bila ia berhasil dengan baik dia baik, kalau tidak tidak ada kebaikan kepadanya.
7 tahun awal kita kenal dengan pendidikan anak usia dini, bermain adalah aktivitas utama anak pada usia ini. Tidak ada yang salah karena masa ini memang masa senang-senang untuk main. Kita sebagai orangtua fahami aktivitas bermain apa yang tetap mengasah akal anak, mencerdaskan, dan sudah pasti mengerti adab islam. Ajari anak kita kebiasaan yang baik pada tahap ini, berikan teladan yang baik, bimbing dia untuk mengenal diri, keluarga dan sekitarnya. Dan yang terpenting ajarkan anak tentang TuhanNya; kalimat-kalimat thayibah, tahfidz juz azma, asmaul husna. Ajarkan anak tentang adab : menghormati orangtua, mudah meminta maaf ketika diberi tahu salah, mudah bilang terima kasih, bilang salam dan sun tangan setiap ketemu sanak familly dan tetangga atau relasi ortunya, selalu meminta idzin apabila menginginkan sesuatu dst. Mengajarkan adab pada anak pada tahapan awal ini sangat penting agar kelak pada masa usia sekolah (tahapan kedua) hatinya mudah menerima ilmu, ketika belajar dia mudah fokus, mudah dinasehati, menghormati guru serta semangat mengamalkan kebaikan.
Jika orangtua khususnya ibu faham bagaimana mendidik anak maka ketika membaca kisah sahabat atau sahabiyah yang memiliki kepribadian islam kita tidak aneh lagi. Kita tidak aneh membaca kisah Nuwair binti Malik yang berhasil menumbuhkan kepercayaan diri dan mengembangkan potensi anaknya. Saat itu anaknya masih remaja, Usianya baru 13 tahun. dia datang membawa pedang yang panjangnya melebihi panjang tubuhnya, untuk ikut perang badar. RasululLah menolaknya karena saat itu syarat usia anak laki-laki untuk perang adalah 15 tahun. Ia kembali kepada ibunya dengan hati sedih. Namun sang ibu mampu meyakinkannya untuk bisa berbakti kepada Islam dan melayani Rasulullah dengan potensinya yang lain. Tak lama kemudian ia diterima Rasulullah karena kecerdasannya, kepandaiannya menulis dan menghafal Qur’an. Beberapa tahun berikutnya, ia terkenal sebagai sekretaris wahyu. Dia adalah Zaid bin Tsabit r.a.
Ibu-ibu muslimah betapa tidak sedikitnya ilmu yang harus kita pelajari sebagai bekal untuk mendidik anak, kita harus faham; fiqh pendidikan anak, mendidik anak semenjak kandungan, cara mendidik anak agar hafidz sebelum baligh, mendidik anak agar faham sainstek, ilmu gizi, terus menggali potensi anak, mendidik anak mahir bahasa ‘arab, mendidik anak kelak siap mengorbankan jiwa dan raganya demi islam.
Secara pribadi mungkin ada yang bisa tapi jika kita melihat dan menilai hampir rata-rata ibu-ibu muslimah belum faham maka ini adalah persoalan sistemik, agar bisa menjadi ibu yang ideal dan tangguh seperti para sahabiyah untuk zaman sekarang amat sangat tidak mudah. Perlu ada dukungan luar tidak hanya dari keluarga namun juga pemerintah yang mendukung pencerdasan pada kaum ibu dan kemudahan ibu dalam menjalankan kewajibannya.
Sungguh islam sangat memuliakan aktivitas kita sebagai ibu, pendidikan generasi yang baik ada di tangan kita. Allaah muliakan peran ini, jika kita faham akan kemulian in maka banyak para ibu yang menikmati perannya sebagai ibu, banyak muslimah yang masih single agar segera menikah dan banyak laki-laki muslim ketika memilih muslimah untuk dinikahinya tidak sekedar melihat fisik tapi ia faham agama terlebih lagi bagaimana mendidik anak. []
Shinta Mardhiah Alhimjarry
Ibu rumah tangga tinggal di Bandung