Akan muncul dikalangan umatku para pendusta besar sebanyak 30 orang, semua mengaku dirinya Nabi padahal aku adalah penutup para nabi, tidak ada lagi nabi setelahku (HR abu dawud, Tirmidzi dn ahmad)
Pasca tragedi di Cikeusik , Banten, kajian dan pembahasan tentang Ahmadiyah mulai menyebar dimana-mana.Hal ini disebabkan karena munculnya korban tewas dari pihak Ahmadiyah.bagaimanapun juga, hal ini cukup disesalkan oleh banyak pihak. Terlepas daripada itu, sebenarnya kita harus bisa melihat permasalahan yang ada. Apakah memang masyarakat berbuat dengan tiba-tiba begitu saja? Tentunya hal ini tidak mungkin terjadi, karena pada kenyataannya,yang digembar-gembotkan media masa sangat tidak berimbang
Ada hal-hal yang secara jernih harus kita susun ulang berdasarkan fakta dan bukti yang ada. Sudah 65 tahun Indonesia merdeka, dan mayoritas penduduk umat Islam. Tapi apakah kasus seperti di Cikeusik itu sudah terjadi berapa kali selama di Indonesia? Apakah secara empirik tebukti bahwa setiap masyrakat desa akan melakukan aksi anarki terhadap Ahmadiyah? Apakah ini pernah terjadi kepada umat lain? Jika kita meilhat fakta, bahkan kondisinya menjadi terbalik. Umat Islam dan Umat lain hidup berdampingan dan saling toleransi. Dalam Islam aturan tentang aqidah sudah jelas yaitu surat Al kafirun, “ Bagiku agamaku, bagimu agamamu”. Dengan ayat ini jelas, tentang ibadah, aqidah, keyakinan umat islam saling bertoleransi dan terbukti nyata dalam masyrakat , jika secara benar dan tidak ada masalah ,maka umat Islam hidup berdampingan dengan umat lainnya selama puluhan tahun ini dengan aman dan nyaman.
Permasalah yang timbul pada Ahmadiyah adalah ketika ia tidak menjadi umat bagian agama lain, dan juga mengklaim bagian dari Islam.Ini adalah suatu sikap yang tidak jelas. Mudahnya, jika Ahmadiyah tidak menjadi bagian dari Islam, maka akan seperti umat-umat lainnya. Sudah ada fatwa MUI dan juga dari lembaga-lembaga internasional tentang kafirnya Ahmadiyah. Sejak tahun 80an , Ahmadiyah sudah di fatwakan sesat oleh Majelis Ulama Indonesia. Dalam tataran Aqidah, penegakkan hujjah telah dilakukan Tidak ada perbedaan pendapat tentang sesatnya ahmadiyah. Hal ini dapat dilihat pada pengakuan nabi Mirza Ghulam Ahmad dalam tadzkirohnya. Dan juga penafsiran-penafsiran terhadap Quran yang serampangan. Ada juga pihak Ahmadiyah sendiri yang berkata bahwa Mirza hanyalah mujaddid, tapi fakta dalam sumber primer Ahmadiyah mengatakan lain. Yang aneh di sini, bahwa Ahmadiyah di Indonesia dibiarkan dalam ketidak jelasan, tidak seperti Negara lain yang pemerintahnya dengan tegas menyatakan Ahmadiyah terlarang.
Fenomena saat ini
Dalam tragedi di Cikeusik beberapa hari yang lalu, dapat kita lihat permasalahannya dengan jernih. Pertama adalah masyarakat yang bertindak anarkis.Perilaku masyarakat yang anomali ini perlu diperjelas. Tidak mungkin tidak ada penyebab utama yang menjadikan mereka menjadi bertindak anarkis. Banyak dalam media disebutkan bahwa mereka menyerang, tapi tidak disebutkan mengapa?Dalam hal ini banyak versi yang menyebutkan bahwa Ahmadiyah mendatangkan anggotanya dari luar kota dan membuat keresahan, bahkan polisipun sudah tahu aka nada penertiban jemaat ahmadiyah itu sendiri. Tetapi, bagaimanapun juga tindakan ini tidak dapat dibenarkan secara hukum dan juga secara syariat.
Kedua, yaitu pihak Ahmadiyah. Hal ini yang jarang dibahas oleh media .SKB tiga mentri sudah keluar dan juga terkadang tidak dipatuhi oleh pihak ahmadiyah yang masih menyebarkan keyakinannya. Dan yang paling mendasar adalah klaim kenabian setelah Muhammad. Klaim ini termasuk kedzaliman terberat, kedustaan terbesar atas nama Allah, tidak ada kedzaliman yg lebih besar dosanya daripada orang yang membuat kedustaan atas nama Allah dn mengklaim Allah mengutusnya sbg Nabi/Rasul padahal tidak demikian.Maka tidak bolehkah umat islam marah karena Tuhannya, RasulNya, kitab sucinya dilecehkan? Maka, apakah tidak aneh jika umat Islam di dzolimi , tetapi yang dibela adalah yang mendzalimi ? Ini adalah logika berpikir yang cacat!!
Ketiga ialah pihak yang ikut bermain air keruh didalamnya. Memiliki berbagai kepentingan. Mengangkat isu , menambah opini yang membuat menjadi kabur. Mengkait-kaitnya dengan HAM, toleransi, pluralisme, dan orang –orang seperti ini yang sering ‘berkicau’ dan di ekspos oleh media masa. Padahal urusan ini seharusnya diserahkan kepada Ulama dan orang yang faham akan duduk perkara sebenarnya.
Bagaimana Kita bersikap?
Menyikapi ketiga pihak yang terlibat dalam tragedi cikeusik, maka seharusnya dikembalikan lagi kepda orang-orang yang memang mumpuni menjadi penengah dalam masalah ini. Pada pihak pertama yaitu masyarakat, harus diperjelas penyebab terjadinya kericuhan, Ini juga refleksi bagai para Ulama dan juga umat islam seluruhnya, bahwa pemahaman masyrakat di desai-desa harus diperhatikan. Islam adalah agama yang mengedepankan dialog dan diskusi. Hujjah harus dikedepankan.
Sudah kita ketahui dalam kehidupan bermasyarakat , jika mereka dibuat resah akan ada pergerakan dari mereka,dan ini yang mungkin membuat kebanyakan masyarakat melakukan hal yang anarki. Selain itu , agaknya kita harus bekerja keras, memberikan pemahan kepada msyarakat tentang lembutnya dakwah, dengan cara yang baik dan memberikan hikmah
Untuk ahmadiyah sendiri, sebenarnya sudah tidak perlu lagi dibahas. Rabithah Al Islami (Dewan Ulama Dunia) sudah menyebutkan Ahmadiyah kafir. Fatwa MUI tahun 1980 yang dipimpin oleh HAMKA menyatakan Ahmadiyah adalah jama’ah di luar Islam, sesat dan menyesatkan. Malaysia telah melarang ajaran Ahmadiyah di seluruh Malaysia sejak tanggal 18 Juni 1975. Brunei Darus Salam juga telah melarang ajaran Ahmadiyah di seluruh NegaraBrunei Darus Salam.. Pemerintah Kerajaan Arab Saudi telah mengeluarkan keputusan bahwa Ahmadiyah adalah kafir dan tidak boleh pergi haji ke Makkah.Pemerintah Pakistan telah mengeluarkan keputusan bahwa Ahmadiyah golongan minoritas non muslim.Oleh karena itu, pemerintah harus bertindak tegas agar hal semacam ini tidak terulang lagi. Dan dari ahmadiyah sendiri sudah kehilangan hujjah untuk mengkalim tetap bagian dari Islam.
Namun,tetap saja, ada pihak-pihak yang bermain air keruh dalam fenomena ini. Memutarbalikkan fakta dengan media mereka dan menjadikan Ahmadiyah menjadi pihak yang seolah-olah ‘terdzalimi’ (secara mendasar).padahal sesungguhnya, umat Islamlah yang terdzalimi.Pemerintah sudah mengeluarkan 1. Undang-undang No.5 Th.1969 tentang Pencegahan Penyalah Gunaan dan/atau Penodaan Agama menyebutkan. Apakah mereka tidak menganggap Undang-undang ini?
Ada juga yang membahas tentang toleransi/ toleransi dibagian mananya? Apakah mereka memang mengaku berbeda agama? Tidakkah kita melihat persoalan bahwa justru Ahmadiyah yang tidak toleran.
Walhasil, orang-orang yang ‘berkicau’ dengan agenda masing-masing ini justru yang diangkat oleh media masa.Jika memang permasalah ingin selesai, orang-orang ini tidak perlu dilibatkan, karena pada dasarnya permasalah Ahmadiyah, hanya pada Umat Islam dan pihak Ahmadiyah, bukan pada pihak ‘netral’ atau ‘kaum pengusung HAM’ dan sejenisnya. Solusinya jika melihat pihak yang terlibat cukup mudah untuk saat ini, yaitu Bubarkan Ahmadiyah m tindak pelaku penistaan pad agama dan jadilah agama baru,walhasil, tidak akan ada permasalahan bagi kedua belah pihak dan orang yang bermain api didalamnya
Muhammad Rizki Utama, Mahasiswa Arsitektur Institut Teknologi Bandung
rizkilesus.wordpress.com