Dunia tempat berkumpulnya kita sekarang adalah dunia yang asing. Bahkan bagi mereka yang mengaku amat sangat mengenal dunia, yang sehari-hari ingatannya tidak lepas dari dunia, setiap label dunia adalah identitas mereka, justru mereka lah yang paling asing terhadap dunia ini, tetapi mereka sudah tidak punya waktu lagi untuk bertanya kenapa dunia mereka asing. Sungguh mereka sudah tidak punya waktu untuk pertanyaan semacam itu, dan lagipula, itu adalah pertanyaan yang asing.
Sesungguhnya apa yang terjadi di dunia sekarang semakin menunjukkan betapa umat manusia memang sangat membutuhkan Islam. Semakin jelas bahwa memang hanya ada dua jalan, yaitu Islam dan yang tidak hendak ikut pada Islam, inilah yang disebut dengan Jahiliyah. Tunggu dulu, jangan mudah tersinggung dengan kata Jahiliyah. Jahiliyah bukan terbelakang, bukan bodoh, bukan kolot, bukan primitif, bukan, bukan, bahkan makna-makna itu hanya sampingan saja.
Jahiliyah adalah ketika memiliki mata tetapi tidak bisa melihat apa yang sebenarnya terjadi, memiliki telinga tetapi tidak bisa mendengar dekatnya bisikan kebenaran, memiliki hati tetapi tidak mengerti segala isyarat, memiliki akal tetapi tidak bisa merumuskan kebenaran, melangkah tetapi tidak mengenal tujuan, bekerja tetapi tidak pernah tahu kapan selesai, mengenal hidup tetapi sangat asing dengan apa itu kematian, dan mengenal segala sesuatu di luar sana tetapi sangat asing dengan dirinya sendiri.
Siklus dinamika manusia kini sungguh luar biasa, tidak terhitung berapa jarak yang sudah ditempuh, berapa deret angka yang sudah dipakai untuk menilai segala prestasi, berapa rentang waktu yang sudah dihabiskan, berapa judul ilmu yang telah diperkenalkan, dan berapa banyak versi keberhasilan yang sudah disebarkan. Apa penggerak dari semua ini?
Tidak lain adalah haus. Manusia-manusia yang hidup sekarang kebanyakan adalah manusia yang sangat kehausan. Mereka mati-matian untuk mendapatkan sesuatu yang bisa melepaskan dahaga mereka, tetapi sampai saat ini belum juga berhasil. Mereka berhasil pindah dari satu sumber pelepas dahaga ke sumber yang lain, tetapi ternyata semua itu hanya palsu, semu, tidak menghilangkan dahaga mereka. Namun mereka tidak pernah putus asa, entah apakah mereka berpikir ini adalah keberhasilan yang tertunda. Bagi mereka semakin banyak kepalsuan tanda semakin dekat pada kesejatian, benarkah?
Sebenarnya pelepas dahaga itu adalah Islam. Tetapi Islam bukan berada di ujung jalan penuh kepalsuan itu. Ia ada di ujung yang lain bernama kesejatian, kebenaran, ketenangan, ketentraman, dan tiada bandingan. Itulah kenapa, salah satu tanda bertemunya seseorang dengan Islam, hidupnya akan berubah 180 derajat. Inilah hakikat cahaya setelah kegelapan. Dunia yang dihadapi setiap bayi yang menangis di muka bumi ini tidaklah kalah gelapnya dengan alam rahim.
Marilah kita lihat fenomena kebanyakan umat manusia saat ini. Sesungguhnya hendak dibawa kemana manusia oleh peradaban yang berlaku saat ini? Peradaban kini boleh saja mengklaim memiliki segala hal dalam kemajuan, tetapi tidak dalam hal manusianya. Maka bila ini yang terjadi, sungguh telah terjadi penipuan hebat. Muslihat yang telah menggiring seluruh manusia bahwa mereka mengira sedang dibawa menuju peradaban yang cemerlang, gemilang, asa masa depan, dan penuh kepastian, padahal yang sesungguhnya terjadi adalah digiring pada kehancuran yang sebelumnya tidak terbayangkan.
Kampanye terbesar yang sekarang bergema di seluruh dunia sesungguhnya adalah penyeragaman cara hidup, dan kalaupun hancur, maka ia akan hancur dengan cara yang seragam pula. Pemaksaan kehendak yang mungkin tidak disadari oleh mereka yang ‘dipaksa’ hingga mereka sudah lupa bahwa begitu besar perbedaan mereka jika harus diseragamkan.
Lihatlah ke Timur dan Barat, kini orang memiliki cara yang sama dalam berpakaian, memiliki cara yang sama dalam makan, memiliki cara yang sama dalam menyelenggarakan pendidikan, memiliki cara yang sama dalam menyelenggarakan pemerintahan, memiliki cara yang sama dalam kegiatan ekonomi, memiliki cara yang sama dalam mendefinisikan keberhasilan, dan memiliki cara yang sama dalam mencari hiburan. Semua ini sebenarnya membawa umat manusia untuk secara seragam kemudian memiliki metoda yang sama untuk menyepakati yang mana pantas disebut kebenaran, dan tidak perlu aneh pula, bila untuk menjamin semua itu, dibutuhkan pula penyeragaman dengan apa yang disebut tuhan.
Sungguh ‘hebat’ bukan manusia zaman sekarang. Inilah zaman di mana sosok-sosok Namrud hidup kembali, Kaum Luth meminta hak hidupnya, Kaum Aad sibuk dengan pencakar langitnya, Fir’aun merajalela, Haman didengar perkataannya, Karun angkuh dengan segala perbendaharaannya, dan sosok Jalut ditakuti di segala penjuru dunia. Lalu di mana Islam di tengah hiruk pikuk keramaian peradaban masa kini ? Apakah ia ikut di tengah-tengah pertunjukan penyeragaman cara hidup ini, ataukah ia berada di sebuah tempat yang jauh dari segala keramaian itu ? Di mana Islam ? Jawabannya ada pada setiap orang yang merasa pernah mengucapkan kalimat syahadat dan sampai saat ini mereka masih ingat atas artinya. Jawaban mereka menentukan di mana Islam saat ini.
Saat ini di dunia sedang berlangsung pertunjukan yang janggal, aneh dan membosankan, tetapi mereka yang di dalamnya belum punya pilihan lain selain tetap mengikuti jalannya pertunjukan. Orang-orang yang saat ini berkampanye untuk perdamaian dunia, justru mereka lah yang memulai perang dan paling serius mengembangkan senjata pemusnah.
Orang-orang yang berkampanye untuk perbaikan lingkungan, justru mereka lah yang baru menyadari segala akibat atas perbuatan serakah mereka menguras alam, orang-orang yang berkampanye untuk pemerataan kemakmuran, justru mereka lah yang kemakmurannya berasal dari menghisap selain mereka, orang-orang yang berkampanye untuk pemerataan pendidikan, justru mereka lah yang telah menjadikan pendidikan sebagai barang dagangan, orang-orang yang berkampanye untuk toleransi, justru mereka lah yang meminggirkan kaum minoritas. Lalu bila sekarang orang-orang berkampanye mengenai agama, justru mereka tidak mengenal apa itu agama dan tidak mempraktekkannya, lalu apa sisa dari segala kampanye mereka?
Sampai saat ini, satu-satunya penghalang mereka dalam kampanye penyeragaman cara hidup ini adalah Umat Islam. Tetapi Umat Islam terlalu tangguh, maka dipilihlah jalan pintas untuk cukup mendekati kalangan pemimpinnya saja, para pemegang amanat dan ulama umat ini. Bila kalangan ini sudah bisa diseragamkan, mission accomplished.
Salah satu persoalan mendasar dan utama yang hinggap di umat ini adalah belum adanya kesepakatan mengenai bagaimana sebenarnya kondisi yang dihadapi umat sekarang. Ada yang mengatakan bahwa umat sedang melangkah pasti menuju pencapaian kemajuan. Ada yang mengatakan bahwa umat bisa beradaptasi dengan segala hiruk pikuk peradaban. Ada yang mengatakan bahwa umat saat ini terbelakang dan perlu introspeksi untuk mengikuti jejak-jejak kaum di luar mereka yang telah mendapatkan ‘kemajuan’. Ada yang mengatakan bahwa umat saat ini dalam kondisi damai dan aman, adapun di luar itu, hanya riak-riak kecil yang tidak perlu dihiraukan.
Untuk menjawab persoalan ini, maka hendaklah setiap muslim melihat Palestina, bagaimana kondisi kiblat pertama umat ini. Bila kondisinya baik, maka berarti umat ini baik-baik saja. Lihatlah Irak dan Afghanistan saat ini, jawablah apakah muslim di sana adalah saudaramu ? Bila mereka adalah saudaramu, maka perkara mereka adalah perkaramu, dan musuh mereka adalah musuhmu. Tetapi bila bagimu mereka bukan saudara, berarti engkau punya definisi lain untuk apa yang disebut saudara, tolong jelaskan, karena itu akan menjawab bagaimana persaudaraan dalam Islam saat ini.
Lihatlah negeri-negeri Islam, bagaimana para pemimpin mereka, siapa para pemegang amanatnya, bagaimana tingkah laku para penegak hukumnya. Bila rakyat mereka merasa nyaman dengan mereka, berarti tidak ada yang perlu dikhawatirkan mengenai kondisi umat saat ini. Lihatlah di negeri-negeri Islam, ulama seperti apa yang lebih banyak didengar, ini akan menjawab bagaimana kondisi ilmu di tengah umat. Lihatlah masjid-masjid, berapa banyak yang megah, berapa banyak yang ramai jamaahnya ? Jawaban ini akan menunjukkan bagaimana perspektif umat terhadap pusat peradaban umat itu sendiri.
Begitu banyak konsep untuk membawa umat pada kebangkitannya kembali, tetapi setiap konsep yang semakin jauh dari napak tilas perjuangan Rasulullah SAW dan para sahabat, bisa dikatakan adalah konsep yang paling lemah, walau secara penampilan, mereka mengagumkan. Izzah umat ini ada bukan karena sebuah deklarasi seremonial, bukan karena kemampuannya untuk menjadi sama, seragam, dan setara dengan yang lain, tetapi ketika kaum lain melihat dalam diri umat ini telah hadir generasi baru, yang karakternya membuat mereka teringat dengan karakter mengagumkan pada generasi 14 abad yang lampau. Generasi baru yang mampu menunjukkan bahwa mereka punya ciri khas, di dunia ini tidak ada yang seperti mereka, mereka amat berbeda. Generasi baru yang begitu sederhana dalam memaknai hidup, tetapi pola pembentukan manusia mereka begitu luar biasa. Generasi yang mampu menundukkan Timur dan Barat di bawah pijakan kaki mereka, tetapi yang terlihat dari wajah mereka bukanlah mahkota, melainkan bekas sujud, tanda bahwa ternyata wajah-wajah itu lebih sering menunduk ketimbang mendongak.
Setiap muslim yang merindukan bangkitnya kembali umat ini perlu bercermin terus secara teliti pada cara hidup yang telah dipraktekkan generasi terbaik umat ini. Ini amat diperlukan agar setiap muslim bisa membedakan yang mana Islam dan mana yang Jahiliyah. Amat tidak tertutup kemungkinan, segala hal yang kita kira adalah bagian dari Dien ini, ternyata ia adalah cara hidup Jahiliyah. Dan tidak perlu alergi dengan kata Jahiliyah, karena besar kemungkinan ia tidaklah asing seperti yang kita pikirkan selama ini.
“Maka tidak pernahkah mereka berjalan di bumi, sehingga hati (akal) mereka dapat memahami, telinga mereka dapat mendengar? Sebenarnya bukan mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada.” (Q.S. Al Hajj : 46)
Profil Penulis : Ibnu Kahfi Bachtiar, guru di Universitas Maritim Raja Ali Haji