Kau sebelumnya tak ada, lalu menjadi ada dengan kondisi yang telah ada sebelumnya; orang tua, kakak, adik, lingkungan, kebudayaan. Dari ujung pangkal kehidupanmu kau sudah mengumpulkan banyak tanya; dari mana asalmu, mengapa kita menjadi sadar, dan bisa berpikir, siapa yang membuat kita berpkir?
Ada banyak pertanyaan, dan dari yang banyak itu lalu menggiringmu pada perenungan, pada sesuatu yang kau hayati, lalu sadari, dan akhirnya kau percayai. Dengan kondisi sekitarmu yang telah baik, maka kau dengan mudah menemukannya: bahwa Allah menciptakan kehidupan ini untukmu, untuk suatu tujuan. Kehidupan yang sungguh kompleks, Allah yang memulainya, kau sadar bahwa Ia berhak atas ketundukan seluruh alam, karena Ia-lah Sang Maha Pencipta, Allahu… subhanallah… walhamdulillah…
Namun saat kau lihat lingkungan, kau sadari pula, bahwa tak sedikit manusia yang tidak berpikir demikian. Kau temukan mereka di sekitarmu, mencoba menjawab pertanyaan hidup dengan akal, lalu berpegang pada teori duniawi dan menganggap hidup ini adalah lahir dengan sendirinya. Maka mereka menjadi sombong, menghindar dari keniscayaan bahwa hidup ini diciptakan, dari logika bahwa hidup ini memiliki aturan. Mereka menyangkal keimanan. Lalu kau renungi bahwa orang seperti mereka akan berkesudahan buruk, di dunia maupun akhirat, untuk itulah kau bersyukur, bahwa hidayah telah kau dapat, sambil berlindung kepada-Nya dari segala godaan.
Kau lalu renungi, bahwa Allah menciptakan manusia, dengan kesadaran dan kemampuan berpikir yang terbatas. Sehingga kau temukan bahwa sesungguhnya banyak hal yang tak dapat dijawab oleh manusia daripada yang diketahui. Meskipun memang, itu tak membuat otak manusia menjadi hal yang bisa dikecilkan. Maka kau renungkan dengan baik, bahwa manusia yang berpikir dengan benar, yang juga dibimbing wahyu, akan mendapati hikmah kebijaksanaan ini: dunia dan seisiinya adalah diciptakan untuk suatu hal, dan untuk suatu tujuan, dan suatu tugas.
Lalu kau dapati, bahwa Allah secara berkala memberikan petunjuk tentang apa tujuan kau hidup di dunia ini, pada kitab, melalui perantara malaikat Jibril kepada Nabi SAW. Nabi SAW memiliki tugas untuk menyampaikan kebenaran ini—bahwa hidup manusia adalah dalam skenario tertentu, dengan tugas dan kewenangan, serta hak dan kewajiban. Dan kau bertanya: apa tugas manusia itu? Sedikit demi sedikit, dengan membuka kitab, membaca petunjuk, kau pahami, bahwa tugas manusia adalah ibadah dan khilafah: melakukan pengabdian sepenuhnya pada-Nya, dan menjadi pengganti, entitas yang diberi kewenangan berpikir dan mengatur dunia dengan kekuatan akal dan pikiran yang diberikan.
Dan orang yang paling pintar adalah ketika ia terus sadar, tidak lupa, pada apa yang ia percayai itu, pada keimanan dalam hatinya, sehingga itulah yang membuat dia dekat dengan Allah, membuatnya selalu damai menjalankan semua tugas kehidupannya, karena keyakinan itulah, seorang muslim selalu bahagia dalam menjalani tiap jengkal kehidupannya.
Maka hari demi hari adalah perhitungan bagimu, sudah sejauh mana kau mengusahakan semua potensimu untuk melaksanakan tugas itu: ibadah dan khilafah. Sudahkah kau memberi spesifikasi tertentu pada fungsi kehidupanmu, pada arah mana kau mengambil tugas itu? Akan menyelesaikan masalah apa saja sih selama kau hidup? Apa manfaatnya orangtuamu dan umat manusia ini terhadap kelahiranmu, kehidupanmu, keberadaanmu?
Kau harus berusaha untuk itu, sambil tetap percaya bahwa Allah yang mengatur semua kehidupan, kecil besar, sekarang kemarin esok. Allah mengatur semua, dan kau berusaha sebaik mungkin untuk menjalankan tugas itu. Apa yang terjadi pada sekitarmu adalah pemicu dari luar, dorongan dari luar, desakan eksternal. Apa yang harus kau lakukan adalah menjadi diri sendiri, melakukan hal-hal dengan ikhlas karena Allah yang menjadikanmu hidup dan memberimu tugas. Kehidupanmu ingin kau tujukan seluruhnya untuk Allah, untuk tugas hakiki itu. Maka bismillah… maka dengan nama Allah semuanya akan menjadi baik dan lancar.
Jogja-Magelang, 17 Mei 11