Di tengah perjalanan nafas kehidupan nan harus selalu kita syukuri, sering kali kita memiliki hati yang lapang dengan kesyukuran yang selalu bertambah saat berjumpa dengan saudara-saudari lain yang sudah merasakan ujian nan lebih dahsyat dari pada yang kita rasakan. Begitulah dengan diri ini, ketika atas kelalaianku sendiri terpeleset di lantai, serta seabrek problema jangka pendek yang harus segera diselesaikan, sungguh beruntung masih dapat menyempatkan diri mendengar keluh kesah dari sahabat dan teman-teman yang jauh.
Tak kusangka Ibu Tika yang penyabar dan selalu berprilaku lemah lembut serta penuh keyakinan diri, saat ini sedang kalut dan merasa ‘hancur’ hidupnya, permasalahan yang menyangkut hubungan antar-keluarga besarnya telah membuatnya sedemikian rapuh. Kala beliau telah begitu banyak menghabiskan energi, waktu, harta dan curahan kasih sayang buat keluarga besar serta para tetangga, ternyata balasan dari ‘yang dibantu’ malah kedengkian dan fitnah yang keji buatnya. Bu Tika merasakan amat terpukul, sebab fitnah memang biasanya lebih kejam dari pembunuhan.
Prihal kecewa juga pernah diungkapkan Bang Sato, selama ini ia merasa telah berbuat kebaikan yang amat banyak, siapa saja yang membutuhkan selalu ia bantu dengan segera. Namun tatkala bisnisnya mampet, kemudian ia harus gulung tikar dan memulai bisnis kecil-kecilan yang baru, ia merasa gemas dan kesal melihat orang-orang yang biasa menikmati bantuannya malah saat itu tak peduli akan kesulitannya. Bang Sato merasa bahwa ketika ia membantu seseorang, selalu penuh pengorbanan dan memaksimalkan bantuannya. Sedangkan di saat ia berhadapan dengan kesulitan dan perlu bantuan seperti masa ini, maka yang ia lihat, teman-teman atau saudara dekat yang dimintai bantuan seolah dengan mudah mengatakan ‘tak bisa’ tanpa mengoptimalkan usaha membantunya. Mungkin perasaan nurani Bang Sato itu pernah pula terjadi pada diri kita semua.
Demikian pula seorang Fulan, yang terbiasa ringan tangan menolong teman-temannya, selalu jadi orang pertama yang turun tangan ketika diperlukan siapapun orang di sekitarnya, lalu di suatu ketika ia yang sedang urgen membutuhkan pertolongan, malah merasa ‘dicuekin’ teman-temannya, duh sungguh perih hatinya, Fulan merasa amat bersedih.
Dan beruntung ketika berjumpa Ummu Izzah, seorang wanita berdarah Palestina, seolah bab tentang keikhlasan dalam menyandarkan hidup pada-NYA, kembali diajarkan oleh sister yang satu ini. Ummu Izzah amat jarang keluar rumah, suaminya adalah student, dari daerah tepi-barat, mereka berhasil merantau ke old-town Krakow, karena sang suami memperoleh bea siswa untuk melanjutkan pelajarannya. Kita sudah tau bagaimana ‘panasnya’ situasi di tanah Palestina, dan ternyata hal itu tidak menyurutkan secuil pun langkah kaki untuk maju dan berprestasi bagi muslimin di sana.
Belajar, dan selalu belajar, itulah komitmen Ummu Izzah dan keluarganya. Semua alur hidup yang dilalui adalah pelajaran, langsung dibimbing-NYA, Sang Maha Pencipta kita semua. Kalau ada sosok-sosok yang terbiasa hanya melakukan penilaian dengan sejumlah harta benda, maka dipastikan ia menilai segala pengabdian Ummu Izzah adalah hal bodoh dan sia-sia. Menunaikan tugas dan amanah dari seorang suami yang ‘hanya student’, di tempat yang merupakan kota kecil, jauh dari keluarga yang masih terus berjuang membela tanah air, sebagai kaum minoritas dengan keterbatasan finansial pula. Lengkap sudah tangisan kepedihan itu.
Tapi kenyataannya, tidak demikian, Ummu Izzah tak bersedih hati. Ia mengingatkan, "wanita dikatakan sebagai golongan yang paling mudah mendapatkan surga sekaligus paling mudah mendapatkan bagian neraka", dikarenakan buah ketaatan atau pengabdian kepada suami. Ia berujar bahwa kita sebagai wanita, merupakan ratu yang membina kerajaan kecil rumah tangga, dan sama dengan perjuangan para mujahid terdahulu, pastilah banyak peristiwa pahit dan pengalaman menyakitkan yang kita temui selain kesenangan dan kegembiraan. Hanya kepada Allah SWT kita mengharapkan balasan terbaik, keridhoan dan rahmat-NYA hingga di hari perhitungan kelak.
Duhai Robbi, karena bimbingan-Mu diri ini masih dapat melalui hari-hari dengan bernafas lega, dengan senyum optimis, dengan asa dan cita yang masih bertumpuk.
Hal pertama, sesungguhnya Allah ta’ala telah memberitakan kabar baik dalam ayat-NYA, ”Dia menganugerahkan hikmah kepada siapa yang Dia Kehendaki. Dan barang siapa yang diberi hikmah itu, sesungguhnya ia benar-benar telah dianugerahi karunia (kebaikan) yang banyak. Dan tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang berakal sehat.” (QS. Al-Baqarah [2] : 269)
Sobatku, berarti betapa beruntungnya kita ketika hanya mengharap ridho Allah SWT dan memetik pelajaran atas segala yang terjadi, berarti kesehatan kita masih terjaga, sehat raga, akal dan nurani. Usah risaukan ‘mengapa’, alasan apa orang lain tak memiliki balasan ‘budi baik’ yang sama dengan apa yang kita kerjakan, karena disitulah letak proses didikan Allah ta’ala kepada kita. Tak perlu gundah di kala air susu berbalas tuba, sebab matematika skenario Allah selalu adil buat semua hamba-Nya.
Ada banyak peristiwa yang kita temui, ternyata pertolongan Allah ta’ala datang tanpa kita sangka, mungkin bukan melalui orang-orang yang kita harapkan. Jadi jika permasalahan seperti yang diungkapkan bu Tika, Fulan, atau Bang Sato menimpa diri kita, maka coba tersenyumlah dan yakinkan dalam hati, "Saya mampu melalui peristiwa ini, karena Ada Allah yang membimbing senantiasa…" Itu pun telah dilakukan Ummu Izzah dan saudara-saudari kita nan tangguh lainnya. Bahkan para pejuang pendahulu kita telah ‘terbiasa’ jatuh dan terluka, namun kecintaan kepada Allah dan rasul-Nya membuat mereka telah ‘kebal’ menghadapi problema hidup, hingga Allah telah mendirikan istana-istana bagi mereka di jannah-NYA.
Hal kedua, ketika nurani kesal dan gundah, berwudhu dan memperbanyak istighfar adalah solusi yang amat menentramkan. Sungguh berbeda suasana hati orang-orang yang usai berwudhu dan memperbanyak dzikrulloh, tatkala kita merasakan getaran di dada, bahwa semua permasalahan dan detik-detik kesulitan yang dihadapi adalah buah manis penggugur dosa-dosa.
Imam al Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiallaahu’anhu bahwa Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: ”Tidak ada penyakit, kesedihan dan bahaya yang menimpa seorang mukmin hinggga duri yang menusuknya melainkan Allah akan mengampuni kesalahan-kesalahannya dengan semua itu.”
Dalam hadits lain beliau SAW bersabda: “Cobaan senantiasa akan menimpa seorang mukmin, keluarga, harta dan anaknya hingga dia bertemu dengan Allah dalam keadaan tidak mempunyai dosa.” Subhanalloh, duhai Robbi, betapa indah semua didikan-Mu.
Hal ketiga, nuansa hati akan menjadi lapang serta tenang jika mata kita menebar pandang ke biru-langitNya, cahya jingga mentari-NYA, serta sejuk hembusan angin-NYA. Jua lihat jiwa-jiwa yang masih suci : anak-anak. Tataplah anak-anak, bayi-bayi kita, senyum mungil mereka yang tulus. Adalah keistimewaan saat ini di appartemenku yang baru telah ada pemandangan baru pula, rata-rata tetangga punya bayi, jadi saya selalu melihat kereta bayi berlalu-lalang di trotoar, melalui jendela atau balkon. Ada anak-anak yang digandeng orang tuanya usai bermain di taman, ada puluhan kereta bayi berlalu lalang, para orang tua ‘memanfaatkan’ menit-menit matahari bersinar karena di musim semi masih sering hujan. Pemandangan yang teramat indah, duhai Ilahi, mohon tetaplah bimbing diri ini agar senantiasa bersyukur setiap waktu.
“Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Maka apabila engkau telah selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain). Dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap.” (QS. Al-Insyirah [94] : 5-8)
Teringat nasehat ustadzahku di Bangkok beberapa tahun lalu, “Setiap hari pasti ada hikmah-NYA, didikan dan bimbingan Allah ta’ala menjadikan kita pribadi yang makin tegar…”
Dan sobat-sobat, ternyata bukanlah kanker atau tumor ganas, atau HIV dan berbagai virus mematikan yang merupakan musibah terbesar. Bukan pula karena kecelakaan raga, patah tangan atau kaki, menurunnya daya tahan tubuh, atau kesulitan finansial, gempa dahsyat dan tsunami yang menjadi derita terberat. Melainkan, musibah atau penderitaan itu hadir jika kita sudah kehilang kesyukuran pada-NYA, tatkala ‘pegangan erat’ karena bimbingan-NYA telah terlepas dari jiwa raga kita. Naudzubillahi minzaliik.
Ya Robbi, semoga kami semua yang berada dalam untaian ukhuwah melalui oase iman ini, merupakan golongan hamba-hamba yang Engkau cintai, berada dalam limpahan hidayah-MU dan selalu optimis dan termotivasi pada semua skenario terbaik-Mu, berdekap erat keridhoan sepanjang waktu karena didikan & bimbingan-Mu, amiin.
(bidadari_Azzam, Salam ukhuwah dari Krakow, malam 4 mei 2011)