5000 Ringgit

Panggilan untuk menyiarkan agama Allah tidak pandang bulu. Tidak pilih-pilih. Apakah ia seorang orator ulung, yang dengan kata-katanya mampu membius siapa saja yang mendengarnya. Ataukah ia seorang pedagang yang dengan perniagaannya orang pun tertarik untuk medengarkan kata-katanya. Atau seorang ibu rumah tangga, yang di tengah keruwetannya sehari-hari mengurus rumah dan seisinya. Pun, siapa saja yang bernama muslim dimana saja ia berada.

Menjadi tentara Allah memang tidak harus pandai bersilat lidah atau menghipnotis orang dengan kalam-kalam Allah. Sesungguhnya tuntutan menjadi dai adalah konsekuensi jika kita percaya bahwa Islam adalah dienullah. Menjadi dai adalah sebuah kewajiban agar syiar Islam terus membahana hingga akhir masa nanti.

Keyakinan itu pula yang masih kami pegang dengan kuat meskipun berada jauh di negeri jiran. Beragam profesi kami tekuni. Kebanyakan adalah mahasiswa yang menuntut ilmu di universitas-universitas sepanjang Tanah Melayu ini. Para istri fokus untuk mengelola rumah dan mendidik anak-anak. Selebihnya adalah ekspatriat dan TKI.Profesi itu semua tidak menghalangi kami untuk menyembah kepada Allah dan memantapkan iman dengan berdakwah di setiap kesempatan. Dengan aktivitas iman ini pula silaturahim sesama warga Negara Indonesia dirajut. Ukhuwah Islamiyah yang indah pun terjalin tanpa pandang status. Subhanallah, indah sekali!

Tetapi, ada kalanya ketika kesibukan melanda, hak diri menjadi lebih diutamakan. Tatkala  tuntutan kuliah atau kebutuhan hidup yang memuncak mendominasi, saat itulah geliat dakwah menjadi kurang. Saya yakin bukan hanya saya seorang yang merasakan itu. Saya yakin, siapa saja yang beringsut dari dakwah dengan dalih seperti ini pasti dalam hati kecilnya yang paling dalam merasakan kekerdilan iman. Seribu alasan bisa dilontarkan. Beraga keluhan menjadi dalil penguat untuk mendapat rukhshoh dari panggilan Ilahi.

Saya merenung sejenak. Ada suatu perkara yang membuat saya mencoba memahami logika ini. Dalam ayat-ayatNYA, Allah SWT seringkali menyampaikan bahwa ketika kita berjihad, saat kita menegakkan agamaNYA, dan di waktu kita bersungguh-sungguh berjuang di jalanNYA, semua itu tidak gratissss! Saya ulangi, TIDAK GRATIS! Artinya, setiap apapun yang kita lakukan untuk Allah, maka Allah akan membalasnya! Tak peduli sekecil atau sebesar apapun, maka Allah akan membalasnya dengan berlipat ganda. Tapi kenapa kita lupa? Apakah karena ganjaran itu tidak kasat mata?

Saya teringat ketika PEMILU kemarin, ada beberapa TKI yang rela cuti kerja selama satu bulan penuh demi memenangkan partainya. Konon pula, gajinya diganti dengan upah yang tak tanggung-tanggung. Lima ribu ringgit! Itu sama dengan  uang 15 juta rupiah. Siapa yang tak menetes air liurnya diiming-imingi uang 15 juta?

Saya amati pula para mahasiswa. Ketika seruan berdakwah menghampiri, ada saja alasan yang dikemukakan. Yang seringkali dilontarkan adalah bahwa tujuan utama datang ke negeri ini adalah tugas negara untuk menyambung studi. Kalau gagal berarti memalukan Negara dan terancam dipulangkan. Pernahkah terlintas dalam pikiran kita, kalau kita gagal mengerjakan perintah Allah berarti kita memalukan Allah dan terancam tidak bisa pulang kemana-mana? Karena mau pulang kemana selain tempat milik Allah?

Saya jadi bertanya kepada diri sendiri. Apakah seandainya Allah menampakkan pahala itu di depan mata, maka saya akan bersegera menuju cahayaNYA? Ataukah diri ini masih harus diajari berdagang dengan Allah? Mungkin, setiap kali hendak memenuhi panggilanNYA kita harus menampakkan sendiri dalam mata batin kita berapa banyak keuntungan yang bisa kita dapat dari berniaga dengan Allah? Saya cermati satu-satu suara hati saya. Terkadang saya masih berat hati berjaulah ke hostel-hostel pekerja yang diluar kawasan Johor Bahru. Seringkali jarak Surabaya-Jember di sini harus ditempuh tiap-tiap minggu. Sabtu-Ahad bukanlah hari libur bagi kami, tapi justru masa untuk mengunjungi kediaman pekerja dan berbagi ilmu Allah dengan mereka.

Akhir minggu ini kami berencana ke Melaka. Ada ratusan pekerja wanita yang menanti kehadiran kami. Sayapun serasa tak sabar berjumpa dengan para pencari ridla Allah tersebut. Diam-diam, saya berkalkulasi. Mungkinkah jaulah nanti ini mendapat upah 5000 ringgit? Ah, takpelah jika ridla Allah saja tujuan. Hati saya geli sendiri dengan ide ini. Ataukah Anda masih butuh 5000 ringgit untuk berdakwah?

 

Note:

Hostel: Asrama

Takpelah : OKlah = Tidak apa-apalah