Zakat Penghasilan dalam Islam

Assalâmu’alaikum wr. wb.

Semoga Alloh selalu merahmati ustadz dan para pejuang Islam dimana pun mereka berada. amin.

Apakah ada syariat islam yang menyuruh untuk melakukan zakat pendapatan. misalnya tiap bulan saya mendapatkan gaji 2jt, dari gaji itu tiap bulan apa ada zakat 2,5% dari pendapatan.

Tolong jawaban pak ustadz..!
Jazakallohu khoiron katsir.

Wassalâmu’alaikum wr. wb.

Wa’alaikum Salâm Wr. Wb. Terima kasih Pak Diqqi atas pertanyaannya yang bagus.

Dalam kitab fiqih kontemporer zakat pendapatan/penghasilan lebih dikenal sebagai zakat profesi. Menurut Dr. Yusuf Qordhowi dalam Fiqhu az-Zakat, zakat profesi adalah pendapatan berupa gaji/upah yang diperolehnya berdasar profesinya. Baik itu dokter, pegawai negeri, konsultan, notaris, kontraktor, sekretaris, manajer, direktur, mandor, guru, karyawan dan lain sebagainya. Zakat pada hakikatnya adalah pungutan harta yang diambil dari orang-orang hartanya sudah cukup nisabnya untuk dibagikan kepada para mustahik zakat.

Zakat profesi memang belum dikenal terutama khasanah ulama klasik. Sedangkan ulama kontemporer –berdasarkan hasil muktamar Internasional Pertama tentang zakat– bersepakat bahwa zakat profesi hukumnya wajib dikeluarkan apabila telah mencapai nisab berdasarkan dalil-dalil firman Allah Swt: “ Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian.(QS. Adz-Dzariyat (51): 19) “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (keluarkan zakat) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu.“ (QS, Al-Baqarah (2): 267) "Pungutlah zakat dari kekayaan mereka, berarti kau membersihkan dan mensucikan mereka dengan zakat itu, kemudian doakanlah mereka, doamu itu sungguh memberikan kedamaian buat mereka. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui." (QS. at-Taubah : 103)
Zakat profesi sejalan dengan tujuan disyariatkannya zakat, seperti untuk membersihkan dan mengembangkan harta serta menolong para mustahiq. Zakat profesi juga mencerminkan rasa keadilan yang merupakan ciri utama ajaran Islam, yaitu kewajiban zakat pada semua penghasilan dan pendapatan.

Zakat profesi ini oleh para ulama kontemporer diatur mengenai nisab, besar, dan waktu pembayarannya, ada dua model pendekatan, yaitu; Pertama, setelah diperhitungkan selama satu tahun. Model bentuk harta yang diterima ini sebagai penghasilan berupa uang, sehingga bentuk harta ini di-qiyas-kan dalam zakat harta (simpanan/ kekayaan). Nisabnya adalah jika pendapatan satu tahun lebih dari senilai 85gr emas (harga emas sekarang @se-gram Rp. 300.000) dan zakatnya dikeluarkan setahun sekali sebesar 2,5% setelah dikurangi kebutuhan pokok. Contohnya: minimal zakat profesi yaitu @se-gram Rp. 300.000 x 85 (gram) = 25.500.000. Adapun penghasilan total yang diterima oleh pak diqqi Rp. 24.000.000 (kurang dari nisab), jadi tidak wajib zakat. Namun sangat dianjurkan untuk bersedekah sebab berkah dan terhindar dari malapetaka.
Kedua, dikeluarkan langsung saat menerima pendapatan ini dianalogikan pada zakat tanaman. Model memperoleh harta penghasilan (profesi) mirip dengan panen (hasil pertanian), sehingga harta ini dapat di –qiyas-kan ke dalam zakat pertanian. Jika ini yang diikuti, maka besar nisabnya adalah senilai 653 kg gabah kering giling setara dengan 522 Kg beras dan dikeluarkan setiap menerima penghasilan/gaji sebesar 2,5% tanpa terlebih dahulu dipotong kebutuhan pokok (seperti petani ketika mengeluarkan zakat hasil panennya). Contoh: Pemasukan gaji pak Diqqi Rp. 2.000.000/bulan, nishab (552 kg beras, @Rp. 4000/kg = Rp. 2.208.000). Dengan demikian maka pak Diqqi tidak wajib zakat.

Al-hasil, berdasarkan penjelasan tersebut maka zakat profesi itu bisa dilaksanakan setahun sekali atau sebulan sekali, atau berapa bulan sekali, terserah. Yang jelas, jika ditotal setahun besar zakat yang dikeluarkan akan sama. Namun ingat, ia baru wajib mengeluarkan jika penghasilannya, seandainya ditotal setahun setelah dikurangi kebutuhan-kebutuhannya selama setahun melebihi nisab. Jika tidak, tidak wajib zakat.
Waallahu A’lam. (MZ)