Prihatin Atas Penahanan Jamaah Tabligh

Kelompok Jamaah Tabligh adalah kelompok yang sangat moderat. Kegiatan dakwahnya tidak menimbulkan ancaman apapun.  Mereka hanyalah menyampaikan ajaran Islam, dan membacakan hadist-hadist shohih dan mutawatir. Di manapun mereka berada. Mereka mengajak masyarakat yang berada di sekeliling masjid untuk sholat berjamaah di masjid.

Mereka melakukan ‘khuruj’ (perjalanan dakwah dari masjid ke masjid), adalah bagian dari ‘methode’ dakwah mereka, dan tujuan berdakwahnya, mengajarkan Islam, selain mendidik diri mereka sendiri agar menjadi orang-orang yang ikhlas (mukhlisin), dan bersedia berkorban untuk agama. Kegiatan-kegiatan mereka tak ada yang aneh-aneh, hanya mengajak masyarakat muslim, mengamalkan ajaran Islam.

Sungguh, tak dapat dimengerti mengapa, Kepolisian Jawa Tengah, harus menahan 17 orang anggota Jamaah Tabligh, yang sedang mengadakan ‘khuruj’ di Purbalingga dan Solo. “Sembilan orang ditangkap di Purbalingga, dan delapan orang di Solo”, ujar Kepala Polda Jawa Tengah, Irjen Alex Bambang Riatmojo, di Purwokerto, Jawa Tengah. Diantara 17 orang itu yang ditahan itu, tak lain anggota Jamaah Tabligh yang berasal dari Philipine.

Menurut Alex, mereka ditangkap karena dianggap menyalahi izin visa yang semestinya. Sesuai visa, mereka di Indonesia untuk kunjungan wisata. Tapi, selama berada di tanah air, mereka melakukan kegiatan keagamaan. “Mereka kami tahan untuk kami mintai keterangan”, tegas Alex.

Tapi, sebenarnya, banyak kelompok agama-agama yang lain, dari luar yang mereka menggunakan visa turis, juga untuk menyebarkan agama, jika itu yang menjadi alasannya.

Kelompok Jamaah Tabligh yang berpusat di Lahore Pakistan itu, setiap tahunnya mengadakan ‘ijtima’ (pertemuan), yang diikuti oleh puluhan juta orang dari seluruh dunia. Dan, usai melakukan ‘ijtima’, lalu mereka melakukan ‘khuruj’ ke berbagai negara di seluruh dunia. Bukan hanya di Indonesia.

Mereka melakukan ‘khuruj’ termasuk ke negara-negara Barat, yang sangat sekuler. Mereka melakukan kegiatannya itu, mereka biayai sendiri. Bahkan, di negeri “jiran’ Malaysia, banyak para pejabat kerajaan yang menjadi anggota Jamaah Tabligh. Karena, mereka mereka mengajarkan sifat-sifat yang mulia, termasuk mengajarkan hadist, dan mengajak masyarkat sholat berjamaah di masjid-masjid.

Mereka dari masjid ke masjid. Mereka tinggal di masjid-masjid selama ‘khuruj’, dan hidup bersama masyarakat. Bahkan, mereka menanak nasi, dan membawa perbekalan sendiri selama ‘khuruj’. Mereka jauh dari kemewahan, saat menjalankan da’wah mereka. Mestinya, para aparat keamanan melindungi dan menjaga mereka, dan tidak menahan mereka, karena mereka itu, orang yang ikhlas, dan berhati lembut.

Semestinya, kepolisian Jawa Tengah melepaskan mereka, dan membiarkan mereka untuk melaksanakan ‘khuruj’ yang mereka amalkan. Apalagi, menjelang Ramadhan, di bulan yang penuh dengan berkah dan ampunan ini, umat berlomba-lomba melakukan kebaikan. Jangan sampai polisi yang memburu ‘teroris’, lalu setiap kelompok dicurigai.

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH.Ma’ruf Amin, yang juga menjadi Watimpres (Dewan Pertimangan Presiden) itu, menyesalkan kecenderungan polisi menangkap tersangka teroris atas dasar kecurigaan semata.

Apalagi, kecurigaan itu tidak didasari bukti kuat, tapi h anya tampilan pisik luar, seperti berjenggot, bersorban, dan berperilaku rajin ibadah. “Aparat harusnya rasional, jangan ngawur”, ujar Kiai Ma’ruf. Kita mengharapkan polisi menjadi pelindung dan pengayom masyarakat. Meskipun, polisi harus bertindak tegas, bagi siapa saja yang membahayakan keamanan negara. Wallahu’alam.