Aktivis pro-Palestina yang berada di kapal bantuan Malaysia yang berusaha menuju ke jalur Gaza, menolak menyerahkan barang mereka ke Mesir pada hari Kamis kemarin (26/5), mengatakan mereka khawatir bantuan hanya akan berakhir di Israel.
Kapal bantuan mereka telah mencoba untuk mendarat di Gaza minggu lalu, namun berubah tentu saja ketika angkatan laut Israel menembakkan tembakan peringatan.
Matthias Chang, yang memimpin misi untuk Perdana Global Peace Foundation, mengatakan kepada AFP, kelompok mereka tidak berkonsultasi saat pemerintah Malaysia dan Mesir bekerja untuk mengakhiri kebuntuan.
Chang mengatakan Mesir bersikeras muatan akan disalurkan dan diangkut melalui Kaern Shalom, di perbatasan Israel di Gaza.
"Kami tidak yakin bahwa kargo ini sebenarnya akan dikirim ke Gaza, seperti pada masa lalu sebagian besar bantuan kemanusiaan hanya dijadikan sampah di Israel," tambahnya.
Chang juga mempertanyakan penolakan Kairo untuk memungkinkan masuknya kargo, yang terdiri dari pipa air limbah, yang akan ditransfer melalui Rafahi.
"Hal ini menunjukkan ketidaktulusan pemerintah Mesir dan dukungan implisit ilegal mereka terhadap pengepungan ketika mereka secara eksplisit menyatakan bahwa mereka secara permanen akan membuka perbatasan Rafah," kata Chang menegaskan.
Media pemerintah Mesir mengatakan perbatasan Rafah akan dibuka setiap hari mulai hari Sabtu besok.
Penasihat Perdana Foundation Mukhriz Mahathir, putra mantan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad, kepada AFP menyatakan bahwa mereka tidak senang dengan tindakan Kairo terhadap aktivis mereka.
"Kami kecewa untuk ini kami sebelumnya berharap bahwa dengan pemerintah baru akan ada perubahan substansial dalam hal cara mereka memperlakukan Palestina dan Gaza tapi ini jelas tidak terjadi," katanya.
"Kami mendesak pemerintah Mesir untuk mengizinkan kapal bantuan ke dermaga dan membongkar pipa-pipa dan memastikan bahwa barang-barang itu dikirim ke Gaza melalui Rafah," tambah Mukhriz.(fq/afp)