Sekitar 500 massa Hizbut Tahrir Indonesia mengajukan sembilan alasan penolakan rencana pembatasan subsidi bahan bakar minyak (BBM), Kamis (18/3) siang di depan Istana Presiden, Jakarta.
Kesembilan alasan itu ialah:
Pertama, menipu. “Istilah subsidi BBM adalah istilah menipu, sebab faktanya tak ada subsidi BBM!” tegas Ketua DPP HTI Dr Arim Nasim. Menurutnya Pemerintah mengambil minyak bumi milik rakyat secara gratis dengan biaya hanya US$ 10/barrel. Tapi karena hanya bisa menjualnya seharga US$ 77/barrel pemerintah merasa rugi jika harga minyak Internasional lebih dari harga itu.
Kedua, penjajahan. Penghapusan subsidi BBM adalah bagian dari agenda Konsensus Washington untuk meliberalkan perekonomian Indonesia. Kenaikan BBM adalah proses sistematis untuk meminggirkan rakyat menuju Neokolonialisme (penjajahan baru) melalui liberalisasi BBM. BBM akan dikuasai perusahaan asing mulai dari hulu (eksplorasi minyak) sampai hilir (pom bensin/SPBU). “Kenaikan harga BBM hanya menguntungkan mafia BBM asing dan anteknya!” tegasnya.
Ketiga, menyengsarakan rakyat. Kenaikan/penghapusan subsidi BBM dapat dipastikan akan memicu kenaikkan harga kebutuhan pokok dan biaya hidup rakyat.
Keempat,tidak adil. Subsidi untuk Bantuan Likuiditas Bank Indonesia dan bunganya sebesar Rp230.33 triliun hanya dinikmati sekitar 14.000 orang, sedangkan ‘subsidi’ BBM sebesar Rp201.36 triliun dinikmati oleh 230 juta orang.
Kelima, bohong. Tuduhan pemerintah kalau BBM murah akan menjadikan masyarakat boros menggunakan BBM adalah bohong. “Sebab, konsumsi BBM Indonesia cukup rendah, berada di urutan ke-116 di bawah negara Afrika seperti Botswana dan Namibia,” ungkapnya.
Keenam, dusta. Pemerintah mengatakan bahwa harga BBM di Indonesia murah karenanya harus dinaikkan. Di Amerika, Cina, dan Jepang memang harga BBM lebih tinggi dari pada di Indonesia. “Tapi ingat, pendapatan mereka pun jauh lebih tinggi dari pada Indonesia!” tegasnya.
Padahal, BBM di Indonesia (premium, Rp 5000/liter) lebih mahal dari pada Venezuela Rp 460/l, Turkmenistan Rp736/l, Iran Rp 828/l, Nigeria Rp 920/l, Saudi Arabia Rp1104/l, Kuwait Rp1932/l, dan Mesir Rp2.300/l.
Ketujuh, energi Indonesia untuk asing, bukan untuk rakyat. Indonesia ekspor 70% Batubara ke luar negeri. Indonesia pengekspor LNG terbesar di dunia. Indonesia ekspor 500.000 barrel per hari minyak.
“Tapi, di dalam negeri listrik sering padam, rakyat antri gas, minyak tanah, dan bensin pun harganya terus meningkat!” sesalnya. Sebab, Pertamina hanya memproduksi 13,8% sementara sisa minyak Indonesia dikelola asing! Chevron (41%), Total E&P Indonesie (10%), Chonoco Philips (3,6%) dan CNOOC (4,6%).
Kedelapan, Tidak salah sasaran. “Subsidi hanya dinikmati orang kaya? Tidak! “ tegasnya. Lantaran menurut data kepolisian orang kaya di Indonesia yang memiliki mobil mewah kurang dari 5%.
Kesembilan, Pengalihan subsidi? Katanya, subsidi harus dialihkan dalam bentuk subsidi langsung seperti pendidikan, kesehatan dan pencarian sumber energi alternatif.
Faktanya, pendidikan dan kesehatan tetap mahal, orang miskin dilarang sakit! Pencarian sumber energi alternatif hanya omongan. “Yang sudah pasti harga BBM naik lagi! Beban rakyat bertambah lagi!” pungkasnya.
Sebelumnya massa melakukan longmarch dari Masjdi Istiqlal menuju Istana Presiden usai shalat Jum’at. Sepanjang jalan mereka meneriakan yel-yel penolakan pembatasan subsidi BBM.(joy)