Washington, Washington Institute for Near East Studies (WINES), salah satu lembaga kajian politik teremuka di Amerika mengkhawatirkan kian dekatnya hubungan antara negeri Mullah Iran, gerakan Hamas Palestina, dan al-Ikhwan al-Muslimun Mesir.
Kedekatan antar kelompok tersebut dikhawatirkan akan semakin memperkuat pengaruh Republik Islam Iran di Timur Tengah sehingga dapat memancing bebeapa negara Arab yang "tak terlalu menyukai Iran" untuk semakin menjauhi bahkan memeranginya.
Hal di atas dikemukakan oleh Dr. Mahdi Khalji, visiting-fellow pada WINES dalam artikelnya yang berjudul "al-Ikhwan al-Muslmun in Egypt and Iran" dan dimuat di jurnal WINES untuk edisi terbarunya yang baru terbit baru-baru ini.
Dalam analisanya, Khalji mengemukakan jika sekalipun berbeda mazhab, yaitu Sunni dan Syi’ah, namun antara Iran yang menganut Syi’ah dan Ikhwan yang bermazhab Sunni tidak mustahil untuk dapat bersatu padu.
Dari mulai republik Mesir didirikan pada tahun 1953 M hingga sekarang, Ikhwan telah menjadi oposisi terkuat negeri itu. Sementara itu, Iran, semenjak masa revolusi Islam pada tahun 1979 M, negeri para Mullah itu kerap bersitegang dengan Mesir–salah satu sekutu terdekat Amerika dan Israel di Timur Tengah. Syah Iran yang dijungkalkan oleh gerakan revolusi Islam Iran kabur dan "dilindungi" oleh pemerintahan Mesir kala itu.
Baik antara Iran dan Ikhwan di Mesir, keduanya memiliki satu cita-cita yaitu didirikannya negara-republik Islam dan diterapkannya yari’at Islam sebagai hukum positif negara. Selain itu, sukses revolusi Islam Iran turut semakin memantik berkobarnya api gerakan pan-islamisme di Timur Tengah, salah satunya adalah Ikhwan di Mesir. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor yang kemudian mendekatkan
hubungan Iran dan Ikhwan.
Kedekatan antara keduanya pun kian diperkuat oleh sikap Tehran yang mengkritik tajam Mesir selama invasi Israel ke Gaza beberapa hari silam. Iran mengecam Mesir karena negara itu tak mau membukakan pintu perbatasan Rafah-Gaza untuk masuknya barang-barang bantuan ke Gaza.
Kecaman Iran tersebut langsung mendapatkan respon yang tak kalah keras dari pihak Mesir. Ahmad Abou al-Ghayth, Menteri Luar Negeri Mesir menuding Iran dan Hezbollah Lebanon tengah berupaya untuk meledakkan perang yang lebih besar di Timur Tengah.
Tentu saja, kedekatan hubungan antara Iran dengan Ikhwan menjadikan pihak pemerintahan Mesir kian khawati dan ketar-ketir. Selain karena ancaman ideologi, Ikhwan juga menjadi ancaman serius bagi pemerintahan Mesir di sisi politik. Pada pemilu legilatif 2005 silam, secara mengejutkan suara Ikhwan naik secara signiikan dan meraup banyak kursi di palmen.
Dalam sebauah wawancara dengan kantor berita Iran "Mehr" baru-baru ini, Mursyid Tertinggi Ikhwan, Mahdi Akif menyatakan jika jama’ah al-ikhwan al-muslimun mendukung prinsip dan konsep sang pendiri Republik Islam Iran. Ikhwan juga mendukung penuh jerih payah upaya Iran terkait problem Palestina. (atj cairo/iol)