Pemerintah China akan menerapkan kebijakan yang makin represif di Xinjiang menyusul kerusuhan antar etnis di wilayah itu. Pemerintah menambah ribuan pasukannya ke Urumqi-ibukota Xinjiang-untuk memulihkan situasi di kota itu. Pimpinan Partai Komunis di China bahkan mendesak agar pemerintah mengeksekusi mereka yang tertangkap dalam kerusuhan tersebut.
Laporan Al-Jazeera menyebutkan bahwa meski aparat keamanan sudah berjaga-jaga dan situasi kota Urumqi sudah berangsur-angsur normal, ketegangan di kota itu masih terasa dan masih berpotensi terulangnya kembali kerusuhan yang lebih besar. Aksi massa Muslim Uighur hari Minggu (5/7) yang memprotes kebijakan diskriminatif pemerintah China berakhir bentrokan dengan aparat yang meluas menjadi bentrokan dengan etnis Han.
Kerusuhan ini menjadi kerusuhan antar etnis yang paling berdarah di China, yang mengakibatkan 150 orang tewas dan ribuan orang luka-luka. Sampai hari Rabu kemarin, aparat keamanan China menangkap lebih dari 1.000 orang. Pemerintah China mengingatkan, mereka yang terbukti bersalah melakukan pembunuhan akan dieksekusi.
"Kami akan mengeksekusi mereka yang melakukan kejahatan secara keji," ujar Ketua Partai Komunis China untuk Urumqi, Li Zhi.
Aparat keamanan China dalam beberapa hari ke depan, masih akan terus melakukan penangkapan menyusul pernyataan Presiden China Hu Jintao yang mendesak aparatnya untuk menindak tegas mereka yang terlibat dalam kerusuhan. Pemerintah China menuding warga Muslim Uighur sebagai biang keladi kerusuhan dan mengecam para tokoh etnis Han yang sudah ikut memperkeruh situasi.
Untuk mengendalikan situasi, pemerintah China bukan hanya memberlakukan jam malam, tapi juga mengerahkan ribuan pasukan militernya ke Urumqi. Konvoi panjang kendaraan tempur dan truk-truk militer mengintensifkan patrolinya di jalan-jalan di kota itu dan helikopter-helikopter militer secara rutin melakukan pengamatan dari udara di atas kota Urumqi.
Perhatian dunia, terutama dunia Muslim dan Arab atas nasib Muslim Ughhur dalam kerusuhan di China sampai hari ini masih minim. Perdana Menteri Turki Recep Tayyip adalah pemimpin Muslim pertama yang menyerukan agar aksi kekerasan di China dihentikan.
Ahmet Davutoglu, Menlu Turki juga mendesak pemerintah China mengadili para pelaku kerusuhan dengan cara yang transparan. "Kami memantau peristiwa ini dengan perasaan prihatin, khawatir dan sedih," kata Davutoglu.
Negara Turki punya ikatan moral atas nasib Muslim Uighur yang menjadi penduduk mayoritas di wilayah Xinjiang. Muslim Uighur yang jumlahnya mencapai delapan juta jiwa memiliki kedekatan dengan Turki, karena Muslim Uighur menggunakan bahasa Turki.
Sejak pemerintah China mengambil kendali pemerintahan atas wilayah Xinjiang, Muslim Ughur mengalami penindasan dan diskriminasi. Pemerintah China bahkan berusahan menghapus jejak budaya Muslim Uighur dengan program imigrasi massal etnis Han ke wilayah otonomi itu yang kerap menimbulkan gesekan dengan Muslim Uighur. Berbagai penindasan dan dikriminasi memicu munculnya gerakan perlawanan etnis Uighur sejak era tahun 1990-an.
Xinjiang adalah kota di sebelah Barat wilayah China yang kaya akan sumber alam minyak, gas dan mineralnya. Xinjiang dulunya adalah tempat transit bagi para pedagang yang melewati Jalan Sutra yang menghubungkan China ke Eropa. (ln/aljz)