Pemenang Nobel: Matinya Model Kapitalisme AS

Pemenang hadiah Nobel bidang ekonomi Joseph Stiglitz mengingatkan negara-negara yang selama ini meniru sistem kapitalisme gaya Amerika, bersiap-siaplah untuk menghadapi "kehancuran" ekonominya. Ia mengatakan, upaya penyelamatan yang diumumkan pemerintahan George W. Bush berupa kucuran dana sebesar 700 milyar dollar serta rencana nasionalisasi sejumlah bank merupakan tanda-tanda kematian sistem kapitalisme ala AS.

"Orang-orang di seluruh dunia dulu sangat mengagumi sistem perekonomian kita, dan kami mengatakan jika Anda ingin seperti kami, inilah hal-hal yang harus kalian lakukan–serahkan kekuasaan pada pasar. Yang jadi persoalan sekarang, mereka yang tidak menghormati model itu lagi yang kini menjadi penyebab krisis ini terjadi," kata Stiglitz pada Washington Post edisi Jumat (10/10).

Hari Jumat kemarin, Presiden Bush mengumumkan rencana penyelamatan baru senilai 700 milyar dollar dan untuk pertama kalinya pemerintah AS memberikan otorisasi pada Departemen Keuangannya untuk membeli bukan hanya pinjaman-pinjaman hipotek yang macet, tapi juga bank-bank yang bermasalah.

Kebijakan nasionaliasi secara parsial dalam industri perbankan, merupakan langkah baru yang diambil pemerintahan Bush dari sejumlah langkah yang dilakukan untuk menstabilkan perekonomiannya akibat hantaman badai krisis keuangan. Meski langkah nasionalisasi tersebut oleh sejumlah kalangan dianggap sebagai langkah yang kurang perhitungan. Sejauh ini, pemerintah AS sudah mengambil alih lembaga-lembaga pinjaman seperti Fannie and Freddie Mac serta memberikan kucuran dana untuk menyelamatkan perusahaan asuransi terbesar di AS, AIG.

Lebih lanjut Stiglitz mengatakan, krisis keuangan di AS yang menjalar menjadi krisis keuangan global bahkan lebih buruk dari Great Depression pada era 1930-an membuka mata masyarakat internasional akan rapuhnya sistem kapitalisme yang dianut Negeri Paman Sam. Sistem ini terbukti, pada akhirnya hanya membuat mereka yang menganutnya menjadi sengsara.

"Setiap orang merasa, penderitaan yang mereka alami sekarang karena ulah kami," ujar Stiglitz.

Dunia kini sedang mengkhawatirkan akan terjadinya resesi global, melihat kondisi sejumlah bursa saham di dunia ikut anjlok mulai dari Eropa, Asia sampai Timur Tengah. Sejumlah negara bahkan sempat menghentikan perdagangan di bursa sahamnya, antara lain Rusia, Austria, Islandia, Rumania, Ukraina, Brazil termasuk Indonesia.

Di Korea, Menteri Keuangan Korea Selatan sampai mengatakan,"Banyak orang Korea bertanya, bagaimana bisa negara Amerika Serikat bisa menjadi begitu lemah."

Pada akhirnya, moral negara besar seperti AS yang selama ini membangga-banggakan sistem kapitalisme yang dianutnya ke berbagai negara di dunia, dipertanyakan setelah AS sendiri tidak mampu membuktikan bahwa model ekonomi yang dianutnya adalah model ekonomi yang bisa mensejahterakan umat manusia.

Negara-negara yang selama ini, menghindar dari ajakan AS untuk mengikuti model ekonominya, terbukti tidak terlalu terpengaruh dengan krisis keuangan global yang terjadi saat ini. Direktur Peterson Institute for International Economics, C. Fred Bergsten mencontohkan salah satu negara itu adalah China.

"Jika Anda melihat di seluruh dunia, China jauh lebih baik sekarang dibandingkan AS. China, yang selama ini bertahan untuk tidak mengikuti seruan Washington dan Wall Street agar mengadopsi gaya kapitalisme Amerika, nampaknya tidak terlalu terpengaruh oleh kehancuran ekonomi yang terjadi saat ini," papar Bergsten.

Kini sudah saatnya, masyarakat dunia, termasuk Indonesia, tidak lagi mengekor AS dalam sistem perekonomiannya. Amerika dan sistem kapitalisme sudah mati, dan saatnya melirik alternatif sistem perekonomian yang lebih manusiawi dan beradab, salah satunya sistem perekonomian Syariah.(ln/iol)