Novelis Inggris Minta Maaf Pada Umat Islam

Minta maaf, itulah yang dilakukan novelis terkenal asal Inggris, Sebastian Faulks pada umat Islam. Ia minta maaf terkait komentarnya yang disampaikan dalam wawancara dengan Sunday Times tentang kitab suci Al-Quran.

Dalam wawancara itu, Faulks menyebut kitab suci Al-Quran sebagai ‘kitab yang menyedihkan" dan merupakan "ocehan seorang penderita skizofrenia". Ia juga menyebut Al-Quran "tidak punya dimensi etika" seperti Kitab Perjanjian Baru dan Al-Quran dikatakan Faulks "tidak mengandung pembaharuan bagi kehidupan."

Pernyataan Faulks itu kontan memicu kontroversi dan keberangan sejumlah pemuka Muslim di Inggris yang membuat Faulks memutuskan untuk menyampaikan permohonan maaf secara terbuka. "Saya minta maaf pada siapa pun, teman-teman Muslim saya dan para pembaca atas segala sesuatu yang terdengar kasar dan tidak toleran," ujar Faulks seperti dilansir surat kabar Guardian.

Namun Faulks mengklaim pernyataanya sudah dikutip di luar konteks oleh Sunday Times untuk menimbulkan skandal baru yang memalukan dirinya. "Pernyataan itu cuma dari satu dimensi saja, banyak orang bicara tentang keindahan bahasa Arab dan sejenisnya, tapi terjemahan (Al-Quran) dalam bahasa Inggris yang saya baca, dari sisi literatur sangat mengecewakan," kata Faulks memberi alasan.

Ia juga mengaku, setelah membaca Al-Quran dan beberapa sejarah tentang Islam dalam risetnya, ia memberikan penghargaan yang besar pada Islam. Menurut penilaiannya, ajaran Islam lebih mengandung nilai-nilai spiritual dibandingkan ajaran yudaisme dan kristen.

Direktur Muslim Institute, Dr Ghaysuddin Siddiqui menyesalkan pernyataan Faulks yang tidak mempertimbangkan bahwa Al-Quran adalah kitab suci bagi lebih dari 1,5 milyar Muslim di dunia.

Imam di Islamic Society of Britain, Ajmal Mansoor menyatakan, pernyataan Faulks menambah panjang pernyataan anti-Islam yang dilontarkan para intelektual di Inggris. Tahun lalu, penulis kontemporer Inggris, Ian McEwan melontarkan pernyataan tentang Islamisme yang pernah dilontarkan oleh novelis Martin Amis.

Masroor mengingatkan kaum intelektual di Inggris bahwa pernyataan-pernyataan yang menyerang Islam hanya akan menimbulkan kebencian terhadap komunitas Muslim dan kaum intelektual harus memahami resikonya.

"Kebanyakan orang tidak memahami konsekuensi dari perkataannya. Sejarah menunjukkan bahwa hal semacam itu bisa mendorong munculnya rasa kebencian terhadap pihak lain," tukasnya. (ln/iol)