Perwakilan dari kubu oposisi Dewan Nasional interim Libya berbicara di Paris pada rencana pemerintahan Libya pasca Gaddafi. "Libya di masa mendatang akan merupakan negara yang demokratis dan sekuler," kata Mansour Saif al-Nasr, seorang utusan oposisi meskipun bukan anggota dewan, yang berbasis di Benghazi yang dikuasai pemberontak.
"Orang-orang Libya adalah orang-orang yang moderat, dan negara Libya tidak akan dipimpin oleh ulama," katanya dalam pertemuan besar dengan penulis, mantan menteri dan wartawan yang diselenggarakn oleh Bernard Henry-Levy, seorang intelektual Perancis yang membantu memfasilitasi pengakuan otoritas pemberontak dari Paris.
Dewan Nasional Interim (INC) memiliki 31 anggota, tetapi hanya delapan anggota yang identitasnya telah terungkap ke media, karena sebagian besar dari mereka masih hidup di zona yang dikuasai oleh pasukan yang setia kepada Gaddafi.
"Mereka berprofesi sebagai pengacara dan profesor dan mewakili semua wilayah Libya Dan ada juga anggota dari seluruh suku, termasuk suku Qaddafi itu," kata Nasr.
Seorang juru bicara oposisi kedua, Ali Zeidan, mengatakan pasukan pemberontak memerlukan perangkat keras militer untuk mempertahankan posisi mereka dari tekanan rezim Gaddafi.
"Kami ingin koalisi untuk terus menghancurkan kemampuan militer Gaddafi," kata Zeidan, juru bicara informal dewan oposisi di Eropa. "Kami memiliki pasukan. Apa yang kami minta adalah senjata." Konflik bisa lebih berlangsung 10 hari jika serangan udara terus dilakukan dengan intensitas yang sama untuk menghancurkan kendaraan lapis baja dan artileri berat Gaddafi. Kami memiliki orang-orang yang cukup banyak untuk berperang di Tripoli, dan kami yakin menang," kata Ali Zeidan.
Nasr menolak ide bahwa Libya berada di tengah-tengah perang sipil. "Ini adalah aksi di mana orang-orang sudah muak setelah 42 tahun kediktatoran Gaddafi. Tidak ada risiko Libya putus," katanya. Dia menambahkan bahwa rakyat Libya bersyukur bahwa Perancis mendorong dan memprakarsai aksi militer, dan merupakan negara pertama yang mengakui INC. "Di Libya, sekarang mereka mengatakan, ‘Satu, Dua, Tiga, merci Sarkozy’," kata Nasr.(fq/4report)