Kaum Muslimin di Eropa sekarang menggantikan posisi kaum Yahudi di Eropa pada masa lalu ketika orang-orang Yahudi menjadi target diskriminasi dan kecurigaan masyarakat Eropa.
Hal tersebut diungkapkan cendikiawan muslim asal Swiss, Tariq Ramadan dalam sebuah seminat di Universitas Bilgi, Istanbul, Turki, pada Jumat pekan kemarin. Menurut cendekiawan muslim yang sekarang menjadi profesor tamu di Universitas Oxford itu, saat ini ada aliansi-aliansi baru di Eropa yang menolak kehadiran kaum Muslimin, dan orang-orang yang dulu menolak Yudaisme sekarang menolak keberadan Islam dan Muslim di Eropa.
"Sikap diskriminatif orang-orang Eropa ini, bukan hanya pada isu Islamisme; tapi juga menyoal perjungan sebuah kekuatan. Pola pikir masyarakat Eropa belum terintegrasi bahwa Islam juga bagian dari agama bagi masyarakat Barat," ujar cucu pendiri gerakan Ikhwanul Muslimin di Mesir, Hasan Al-Banna ini.
"Tokoh-tokoh seperti Marine Le Pen, pemimpin Partai Front Nasional di Prancis, dan politisi Belanda Geert Wilders, menerapkan politik untuk menimbulkan ketakutan orang terhadap Islam, dan ini sangat berbahaya," sambung Ramadan mengecam Islamofobia di Eropa.
Menurutnya, yang menjadi ketakutan orang-orang Eropa terhadap Islam yang memicu makin meningkatnya sikap anti-Islam adalah, perubahan demografi populasi Muslim di Eropa. "Makin banyak Muslim yang menjadi orang Eropa, Islam akan makin jadi persoalan bagi masyarakat Eropa," tukas Ramadan.
Pada kesempatan itu, Ramadan juga mengkritik pidato Presiden AS Barack Obama tentang Timur Tengah dan dunia Islam yang disampaikan pada Jumat (20/5). Ia mengkritik Obama karena tidak menyebut-nyebut peranan Turki terkait situasi Timur Tengah.
"Saya kira, apa yang tidak disentuh Obama dalam pidatonya, lebih penting dari yang ia sebut-sebut dalam pidato tersebut. Mungkin AS punya kepentingan-kepentingan lainnya di kawasan, yang tidak kita sadari," kata Ramadan.
Ramadan also criticized U.S. President Barack Obama for not touching on Turkey during his speech Thursday regarding the Middle East.
Ia juga mengatakan bahwa AS punya rencana dibalik permintaannya agar Bank Dunia dan IMF menstabilkan serta memodernisasi perekonomian di Tunisia dan Mesir. Menurut Ramadan, permintaan itu menunjukkan bahwa AS sedang berusaha agar negara-negara yang baru saja mengalami revolusi seperti Tunisia dan Mesir, menjadi negara yang secara ekonomi akan bergantung pada AS, meski negara-negara tersebut termasuk aman dari sisi perekonomiannya. (ln/Hurriyet)