Diskriminasi di Australia, Apa Arti Sebuah Nama ?

"Apalah arti sebuah nama" begitu kata bijak. Tapi di Ausralia, nama sangat penting bagi para pencari pekerja karena nama bisa mempengaruhi peluang mendapatkan kerjaan bagi seseorang.

Hal itu terungkap dalam hasil studi yang yang dilakukan oleh para akademisi di Australian National University. Menurut hasil studi itu, pencari kerja dengan nama-nama Anglo Saxon lebih mudah mendapatkan pekerjaan dibandingakan yang menggunakan nama yang menunjukkan identitas etnis mereka.

Dalam melakukan risetnya, para periset mengirimkan 4.000 riwayat hidup palsu dengan menggunakan berbagai nama mulai dari nama-nama China, Timur Tengah, Italia dan nama-nama khas Anglo Saxon atau nama-nama khas Eropa ke perusahaan-perusahaan yang memasang iklan lowongan kerja di Sdyney, Melbourne dan Brisbane.

Ekonom Andrew Leigh yang menyusun hasil studi itu mengatakan, mereka sengaja mengirimkan CV dengan menggunakan beragam nama dari berbagai etnis sehingga bisa melakukan penilaian dengan tepat sejauh mana diskriminasi terjadi.

Dan hasilnya, pihak perusahaan ternyata lebih menyukai pelamar kerja dengan nama-nama Anglo Saxon dibandingkan dengan nama-nama asing atau nama yang menunjukkan etnis pelamar kerja bersangkutan. "Karena semua karakteristik yang lain konstan, kami memastikan bahwa memang ada diskriminasi," demikian laporan hasil studi tersebut.

Hasil riset menunjukkan bahwa seorang yang bernama China dan Timur Tengah harus membuat lamaran sebesar 64-68 persen lebih banyak untuk mendapatkan kesempatan dipanggil dan diwawancarai oleh sebuah perusahaan. Laporan itu mencontohkan pengalaman Radga Ali saat melamar pekerjaan di perusahaan-perusahaan.

Ali yang tinggal di Sydney menceritakan, ia pernah mengirimkan banyak lamaran kerja untuk berbagai posisi di bidang penjualan yang tidak membutuhkan pengalaman. Meski Ali berpengalaman dua tahun di bidang administrasi penjualan. Meski banyak surat lamaran yang dikirimnya, tak satu pun yang mendapat respon. Ia menduga namanya yang berbau Timur Tengah sebagai penyebabnya.

"Saya lalu memutuskan untuk mengubah nama saya secara hukum dan menggunakan nama Gabriella Hannah," tutur Ali.

Setelah itu, ia banyak menerima panggilan kerja. "Saya pernah melamar untuk jenis pekerjaan yang sama, dan langsung menerima panggilan lewat telepon 30 menit setelah saya mengirimkan lamaran," ujarnya.

Untuk mengetahui apakah diskriminasi tidak hanya terjadi di sektor lapangan kerja. Para periset di Australian National University melakukan eksperimen dengan mengirimkan email ke ribuan orang untuk melihat apakah penerima email akan membuang email yang dikirim ke "tempat sampah". Menurut profesor Leigh, surat-surat dengan naman non-Anglo Saxon cenderung dikembalikan.

Hasil studi tersebut menunjukkan bahwa diskriminasi masih kental dikalangan masyarakat Australia. Dan pernyataan bahwa negara Australia adalah melting pot bisa jadi cuma omong kosong belaka. (ln/iol)