Ini adalah saat yang luar biasa bagi media Arab. Dan mungkin sekaligus menyesakkan. Ketika WikiLeaks membocorkan semua hal memalukan tentang Amerika Serikat, di saat yang bersamaan mereka juga harus menelan pil pahit sedikit demi sedikit ketika borok-borok para pemimpin Arab terbuka. Antara lain, hubungan diam-diam mereka dengan Iran, dan mendesak AS untuk melakukan pekerjaan "miring" untuk mereka.
Dokumen-dokumen buram tentang pemimpin Arab satu per satu muncul. Isinya, dokumen itu mungkin tidak terlalu menghancurkan bumi Arab, hanya mengkonfirmasi kesan bahwa sudah ada para pemimpin di setiap negara Arab. Tapi apa yang dilakukan oleh pemimpin Arab itu, dan ini mungkin jauh lebih penting dalam jangka panjang, adalah karena mereka semua sudah melintasi garis merah dan tabu yang biasanya mengelilingi wacana di Arab tentang pemimpin mereka.
Lupakan adat di balik pintu tertutup; WikiLeaks menjabarkan siapapun hitam dan putih, dan sampai saat ini semua orang tampak kebingungan: siapa gerangan Raja Abdullah dan anggota kerajaannya? Siapa pula itu Recep Tayyip Erdogan? Raja Abdullah dari Yordania, dan atau Mahmoud Ahmadinejad?
Untuk para wartawan di negara-negara Arab, ini adalah masalah besar. Mengabaikan WikiLeaks sepenuhnya bukanlah pilihan yang bijaksana; ini hanya cerita yang seluruhnya ada di internet.
Baiklah kita lihat satu persatu. Arabiya, misalnya. Media yang dimiliki oleh Arab Saudi ini; mereka sama sekali tidak pernah mengupas perkataan Raja Abdullah yang mengharapkan Amerika untuk bisa memotong bisnis Iran secepatnya, bukan karena Iran membahayakan karena gembar-gembornya dalam urusan nuklir, tapi karena urusan fulus semata, alias bisnis.
Marc Lynch, seorang komentator terkemuka di media Arab menulis:
Sejauh ini, sebagian besar media mainstream Arab tampaknya mengabaikan berita WikiLeaks atau melaporkannya secara umum, yaitu melaporkan bahwa hal itu terjadi tetapi tidak pernah dalam rincian yang penuh. Saya membayangkan ada beberapa adegan yang cukup tegang di newsroom media Arab sekarang, ketika mereka mencoba mencari cara untuk menutupi berita dalam kendala-kendala politik mereka.
Al-Jazeera mungkin merasa paling panas, karena tidak sedikitpun pernah membicarakan perihal kebocoran WikiLeaks (mungkin untuk melindungi keluarga kerajaan Qatar), dan itu bisa menghancurkan reputasi mereka untuk menjadi independen dan selaras dengan "Arab". Sejauh ini, hanya kisah nyata yang ada di media Arab mainstream di koran nasionalis populis Arab al-Quds al-Arabi, yang meliputi halaman depan dengan rinci, fokus mengekspos fokus pada sisi gelap Saudi.
Sementara itu, detilnya malah menyebar di seluruh media Arab sosial seperti Facebook dan Twitter, blog, forum. Ini mungkin menjadi ujian kritis terhadap dampak nyata dari media Arab sosial dan internet: dapatkah media Arab membuat rakyat mengambil sesuatu dari cerita yang ada?
Kita mungkin harus menunggu beberapa saat untuk jawaban itu. Tapi itu tidak akan menjadi yang terakhir kalinya bahwa sesuatu seperti ini terjadi, dan rezim Arab (dan media Arab) harus terbiasa. Seperti pengamatan Amira Nowaira sehubungan dengan Mesir: Anda dapat melihat pasukan tentara di sepanjang ring roads, namun Anda tidak dapat melakukan hal yang sama di jalan raya. (sa/albab)