Oleh Hartono Ahmad Jaiz*
Suburnya aliran sesat di luaran (di masyarakat umum) bisa diketahui orang. Namun suburnya penyemaian dan propaganda kesesatan lewat jalur resmi dalam pendidikan tinggi Islam se-Indonesia, banyak yang tidak bisa diketahui umum. Padahal justru lebih sangat berbahaya pula.Itu artinya, ada jalur-jalur yang ditempuh:
- Aliran sesat di luaran (di masyarakat umum, bukan di tempat-tempat pendidikan resmi) dipelihara secara malu-malu, dan tempo-tempo pura-pura digebug sebagai alat pelayanan terhadap ummat Islam, nantinya dibiarkan lagi dan bahkan dirangkul.
- Kesesatan yang di dalam jalur structural diimpor dari orang kafir ataupun murtad (dengan cara menyekolahkan para dosen IAIN dll untuk belajar “Islam” ke negeri-negeri kafir di Barat) kemudian dipelihara dan disebarkan secara sistematis lewat perguruan tinggi Islam se-Indonesia dengan kurikulum seragam dari Departemen Agama RI.
Kemudian ketika diprotes umat (karena tadinya sebelum tahun 1980-an kurikulumnya berpijak pada Ahlus Sunnah alias tunduk kepada dalil ayat Al-Qur’an dan hadits, tapi kemudian diubah menjadi Mu’tazilah dengan meninggikan atau mendahulukan akal dibanding naql/wahyu oleh Harun Nasution pemimpin IAIN Jakarta alumni Mc Gill Canada atas pengaruh Mukti Ali Menteri Agama) maka sudah ada jawabannya yang praktis, yaitu sekarang Departemen Agama (Kementerian Agama) sulit untuk mengubah kurikulum itu kembali ke Ahlus Sunnah, karena masing-masing perguruan tinggi Islam sudah berdiri secara otonomi. Itulah sebuah permainan, semula sengaja diubah menjadi Mu’tazilah.
Setelah berubah dan bahkan sampai jadi liberal dan bahkan pluralism agama alias menyamakan semua agama (yang bahasa Islamnya kurang lebih adalah kemusyrikan baru), lantas ada suara-suara mengkritik, agar dikembalikan ke yang semula yakni Ahlus Sunnah, maka mereka beralasan bahwa kini sulit karena sudah otonomi masing-masing perguruan tinggi Islam. Permainan itu hanyalah untuk menutupi belaka, dalam rangka memain-mainkan agama Islam diarahkan kepada liberal alias bebas, yakni merelatifkan kebenaran Islam dianggap relative sama dengan agama-agama lain.
Semua itu dicekokkan kepada para mahasiswa, yang pada hakekatnya adalah pemusyrikan baru alias pemurtadan. Namanya masih perguruan tinggi berlabel Islam, namun isinya justru merusak Islam, dari tunduk kepada wahyu menjadi tunduk kepada hawa nafsu mereka. Benar-benar pendidikan yang berlabel Islam namun hakekatnya pendidikan untuk menjadikan hawa nafsu (mereka sebut akal) sebagai tuhannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha Tahu atas kejahatan mereka yang dalam bayang-bayang kekafiran tingkat dunia ini.
3. Apakah benar-benar otonomi? Belum tentu. Buktinya, sejak ditulis buku berjudul Ada Pemurtadan di IAIN (se-Indonesia) oleh Hartono Ahmad Jaiz tahun 2005, kemudian Ummat Islam secara serempak tampaknya tidak berminat memasukkan anak-anaknya ke Fakultas Ushuluddin di manapun di perguruan tinggi Islam: IAIN, UIN, STAIN, STAIS dan semacamnya. Lalu tampaknya para pengelola perguruan tinggi itu cari akal dengan aneka cara.
Belakangan, sampai ada yang dengan cara mengganti nama Ushuluddin itu dengan nama Da’wah, namun muatannya adalah Ushuluddin yang telah dinilai bahaya oleh masyarakat itu, dan mahasiswanya diberi bea siswa dari Kementerian Agama. Sehingga Ushuluddin yang sudah tidak diminati oleh masyarakat itu cukup diubah namanya, dan bahkan diberi kucuran dana dari Kementerian Agama, maka mahasiswanya pun banyak jumlahnya.
Apakah itu bukan merupakan pengelabuhan terhadap Ummat Islam oleh lembaga pusat yang menguasai IAIN, UIN, STAIN, dan STAIS? Dan apakah pengumpulan dosen-dosen IAIN dll se-Indonesia sejumlah 165-an orang pertahun yang konon didanai oleh The Asia Foundation atau lembaga kafir semacamnya lewat Kementerian Agama selama ini bukan merupakan bukti bahwa IAIN, UIN, STAIN dan semacamnya sejatinya adalah punya missi pengkafiran sebagaimana yang dilakukan kaum liberal di luaran?
Bahkan kaum liberal di luaran konon tidak dikucuri dana lagi oleh The Asia Foundation yang berpusat di Amerika, namun konon yang lewat Kementerian Agama untuk menatar para dosen perguruan tinggi Islam justru masih ada. Jadi sama-sama mengadakan pengkafiran, orang-orang liberal yang di luaran, yang dibenci Ummat Islam karena ketahuan menyesatkan, konon kini seret atau tidak lancer dananya dari lembaga kafir.
Namun yang lewat dalam yakni jalur resmi untuk pendidikan tinggi Islam di antaranya untuk menatar para dosen IAIN dll se-Indonesia konon masih didanai. Buktinya masih ada penataran-penataran. Apakah itu karena dianggap efektif dalam menyesatkan Ummat Islam atau karena tidak mudah ketahuan oleh Ummat, wallahu a’lam. Itu urusan pertimbangan orang kafir dalam hal menimbang mana yang lebih efektif dalam mengkafirkan Ummat Islam.
4. Pengkafiran atau pemurtadan yang diupayakan lembaga kafir internasional lewat pusat Kementerian Agama dipersilakan berlangsung, masih pula pendidikan tinggi Islam itu di daerah tampaknya diintervensi pula oleh penguasa daerah. Misalnya, ada keluhan, di STAIN (Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri) Sumatera wilayah selatan (dengan 4.000-an mahasiswa) ada orang yang tidak berkapasitas, namun diangkat untuk memegang jabatan di STAIN; lalu dia menerapkan kewajiban-kewajiban kepada mahasiswa berupa hal-hal yang tak layak secara Islam.
Misalnya mewajibkan hafal Barzanji, Tahlilan, dan semacamnya untuk ujian komprehensif sebagai syarat (harus lulus) untuk ujian skripsi. Padahal Kitab Barzanji itu sendiri mengandung banyak kesesatan.(lihat nahimunkar.com, Kesesatan Kitab Barzanji, Qashidah Burdah, dan Maulid Syarafil Anam, February 13, 20119:30 pm, http://www.nahimunkar.com/kesesatan-kitab-barzanji-qashidah-burdah-dan-maulid-syarafil-anam-2/)
Itulah kenyataan penyebab utama suburnya aliran sesat di Indonesia. Jadi mereka itu bukan hanya ada yang jago di bidang permalingan yang disebut korupsi (ini harus dibuktikan, dan satu dua atau lebih memang ada yang tertangkap), namun jago pula dalam menlikung Islam, masih mengaku Islam namun merusaknya, sambil pura-pura menghadapi aliran sesat.
Anehnya, sesama pembela atau bahkan pengusung kesesatan, sering-sering saling tuduh, dan saling tak percaya. Kadang suara keras pun dilontarkan sesama mereka. Misalnya, pada waktu yang lalu Gus Dur dan Dawam Rahardjo mengecam keras Departemen Agama RI dalam kasus Ahmadiyah dan Nasr Hamid Abu Zayd (orang Mesir yang divonis murtad oleh para ulama Mesir dan Mahkamah Agung Mesir tahun 1996 karena menganggap Al-Qur’an itu produk budaya, kemudian ia lari ke Belanda justru dijadikan guru besar ulumul Qur’an di antara muridnya ada dosen IAIN dari Indonesia; dan tahun 2007 justru diundang oleh Departemen Agama RI untuk menatar 165-an dosen IAIN dan sebagainya se-Indonesia di Riau, Surabaya, dan Malang; Alhamdulillah ditolak oleh MUI Riau dan Ummat Islam Jawa Timur).
Gus Dur dan Dawam Rahardjo bukan protes lantaran Depag mengundang Nasr Hamid, tetapi lantaran Depag mengikuti protesnya MUI hingga membatalkan Nasr Hamid sebagai pembicara. Jadi hanya karena Depag mengikuti suara MUI yang ingin membela Islam dan menghindari pemurtadan saja sudah dikecam habis-habisan. Padahal kalau mengikuti omongan Gus Dur, justru lembaga-lembaga Islam pun akan rusak, karena sampai Masjid Istiqlal pun menurut Gus Dur, jangan hanya dikelola oleh orang Islam. Masih dikelola oleh umat Islam saja kini sudah mulai dirongrong secara aqidah, yaitu masjid Istiqlal dijadikan lahan parkir acara malam tahun baru 2008 oleh Pemda DKI Jakarta.1
Kira-kira, daripada mengikuti omongan Gus Dur nanti lebih dikecam umat Islam, maka biarlah sedikit mengikuti MUI dalam membatalkan Nasr Hamid yang divonis murtad itu, asal program pemurtadannya tetap jalan. Jadi kalau sudah diikuti suara MUI kan sudah aman, pemurtadan pun akan lebih lancar. Daripada ngotot mempertahankan Nasr Hamid untuk bicara, nanti malah pemurtadan sistematis lewat hermeunetika dan pluralisme agama dalam pendidikan tinggi Islam se-Indonesia diprotes keras pula agar dibatalkan, lebih baik sedikit mengalah, agar MUI dan lainnya mau diam. Setelah itu program pemurtadan sistematis itu tetap mereka langsungkan.
Tarik ulur dalam memelihara dan menjajakan kesesatan ini tampaknya sudah menjadi “pekerjaan” bagi para penyesat yang duduk di sana. Tinggal setelah mereka dicabut nyawanya oleh Malaikat Maut, baru tahu betapa pedihnya siksa akibat kejahatan mereka secara sistematis dan ramai-ramai merusak Islam lewat jalur Islam itu.
Peringatan keras dari Allah Subhanahu wa Ta’ala
Peringatan Allah swt berikut ini perlu direnungkan, untuk kembali ke jalan yang benar.
وَلَا تَحْسَبَنَّ اللَّهَ غَافِلًا عَمَّا يَعْمَلُ الظَّالِمُونَ إِنَّمَا يُؤَخِّرُهُمْ لِيَوْمٍ تَشْخَصُ فِيهِ الْأَبْصَارُ(42)مُهْطِعِينَ مُقْنِعِي رُءُوسِهِمْ لَا يَرْتَدُّ إِلَيْهِمْ طَرْفُهُمْ وَأَفْئِدَتُهُمْ هَوَاءٌ(43)وَأَنْذِرِ النَّاسَ يَوْمَ يَأْتِيهِمُ الْعَذَابُ فَيَقُولُ الَّذِينَ ظَلَمُوا رَبَّنَا أَخِّرْنَا إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ نُجِبْ دَعْوَتَكَ وَنَتَّبِعِ الرُّسُلَ أَوَلَمْ تَكُونُوا أَقْسَمْتُمْ مِنْ قَبْلُ مَا لَكُمْ مِنْ زَوَالٍ(44)وَسَكَنْتُمْ فِي مَسَاكِنِ الَّذِينَ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ وَتَبَيَّنَ لَكُمْ كَيْفَ فَعَلْنَا بِهِمْ وَتَبَيَّنَ لَكُمْ كَيْفَ فَعَلْنَا بِهِمْ وَضَرَبْنَا لَكُمُ الْأَمْثَالَ(45)وَقَدْ مَكَرُوا مَكْرَهُمْ وَعِنْدَ اللَّهِ مَكْرُهُمْ وَإِنْ كَانَ مَكْرُهُمْ لِتَزُولَ مِنْهُ الْجِبَالُ(46)فَلَا تَحْسَبَنَّ اللَّهَ مُخْلِفَ وَعْدِهِ رُسُلَهُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ ذُو انْتِقَامٍ(47)يَوْمَ تُبَدَّلُ الْأَرْضُ غَيْرَ الْأَرْضِ وَالسَّمَوَاتُ وَبَرَزُوا لِلَّهِ الْوَاحِدِ الْقَهَّارِ(48)وَتَرَى الْمُجْرِمِينَ يَوْمَئِذٍ مُقَرَّنِينَ فِي الْأَصْفَادِ(49)سَرَابِيلُهُمْ مِنْ قَطِرَانٍ وَتَغْشَى وُجُوهَهُمُ النَّارُ(50) لِيَجْزِيَ اللَّهُ كُلَّ نَفْسٍ مَا كَسَبَتْ إِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ(51)
Dan janganlah sekali-kali kamu (Muhammad) mengira, bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang zalim. Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak. Mereka datang bergegas-gegas memenuhi panggilan dengan mengangkat kepalanya, sedang mata mereka tidak berkedip-kedip dan hati mereka kosong.
Dan berikanlah peringatan kepada manusia terhadap hari (yang pada waktu itu) datang azab kepada mereka, maka berkatalah orang-orang yang zalim: ‘Ya Tuhan kami, beri tangguhlah kami (kembalikanlah kami ke dunia) walaupun dalam waktu yang sedikit, niscaya kami akan mematuhi seruan Engkau dan akan mengikuti rasul-rasul’. (Kepada mereka dikatakan): ‘Bukankah kamu telah bersumpah dahulu (di dunia) bahwa sekali-kali kamu tidak akan binasa? dan kamu telah berdiam di tempat-tempat kediaman orang-orang yang menganiaya diri mereka sendiri, dan telah nyata bagimu bagaimana Kami telah berbuat terhadap mereka dan telah Kami berikan kepadamu beberapa perumpamaan?’
Dan sesungguhnya mereka telah membuat makar yang besar padahal di sisi Allah-lah (balasan) makar mereka itu. Dan sesungguhnya makar mereka itu (amat besar) sehingga gunung-gunung dapat lenyap karenanya.
Karena itu janganlah sekali-kali kamu mengira Allah akan menyalahi janji-Nya kepada rasul-rasul-Nya; sesungguhnya Allah Maha Perkasa, lagi mempunyai pembalasan.(Yaitu) pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain dan (demikian pula) langit, dan mereka semuanya (di padang Mahsyar) berkumpul menghadap ke hadirat Allah yang Maha Esa lagi Maha Perkasa.
Dan kamu akan melihat orang-orang yang berdosa pada hari itu diikat bersama-sama dengan belenggu.
Pakaian mereka adalah dari pelangkin (ter) dan muka mereka ditutup oleh api neraka, agar Allah memberi pembalasan kepada tiap-tiap orang terhadap apa yang ia usahakan. Sesungguhnya Allah Maha cepat hisab-Nya. (QS. Ibrahim [14] : 42-51)
*Hartono Ahmad Jaiz dalam bukunya yang berjudulNabi-Nabi Palsu dan Para Penyesat Umat, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta 2008, dengan ditambahi kejadian yang baru.