"Sekiraya penduduk negeri ini beriman dan bertaqwa, pasti kami bukakan pada mereka keberkahan-keberkahan dari langit dan bumi. Akan tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat kami), maka Kami siksa mereka disebabkan apa yang mereka lakukan".(QS.7:96)
Satu-satunya Negara yang tidak jelas kelaminnya adalah Indonesia. Pertama ia tidak mau disebut negara sekular meskipun tidak menjalankan hukum Allah, tapi juga tidak mau disebut Negara agama meski agama kadang diboncengi untuk kepentingan politik.
Ahmadiyah yang digebuki orang tidak jelas, FPI yang disalahi. Rakyat yang minta membubarkan sekte sesat, tidak didengarkan. Tetapi, surat dari kongres dari Amerika untuk tidak membubarkan Ahmadi secepat kilat disambat.
Kalau begini dasar Negara kita Islam Liberal saja. Lebih terang dan pas. Tidak ada lagi nanti kasus “kekerasan agama”. Tidak ada lagi fitnah bagi umat muslim hanya karena bunyi dar..der..dor (baca: bom buku). Bahkan KPK tidak perlu lagi bekerja menggasak koruptor, karena penjara sudah penuh oleh aktivis muslim yang berkata Syariat Islam adalah harga mati. Nah, lebih baik bukan?
Menteri Agamanya Ulil Abshar Abdalla. Adnan Buyung Nasution didaulat di pos Kehakiman. Hendardi cukup jadi Jaksa Agung. Menteri Pendidikannya Syafi’i Ma’arif.
Ujian Nasionalnya kita ganti dari matematika menjadi Pluralisme Agama. Dari bahasa Indonesia menjadi berbeda-beda bahasa tapi menuju satu Tuhan yang sama.
Anak remaja tidak perlu lagi khawatir atas omelan orangtua, karena standar moral itu relatif. Benar menurut agama, belum tentu benar menurut statuta Indonesia. Bahkan yang mengklaim diri paling benar dicap pendusta.
Pemerintah tidak usah susah-susah mendirikan Sekolah Tinggi Agama, karena yang penting bagi masyaralat adalah menjadi orang baik. Kita ganti plang IAIN yang sudah liberal menjadi STM: Sekolah Tinggi Humanisme.
Nah kalau begitu, ongkos negara juga semakin berkurang. Karena intelejen tidak perlu mengawasi kemana para dai dan mubaligh pergi. Mereka sama-sama bisa duduk santai mengawasi dari balik kantor sambil minum kopi. Tinggal pencet remote dari layar kaca sudah bisa melihat da’i-da’i yang tidak lagi bicara ideologi.
Yang perempuan juga boleh merasa merdeka dari kewajiban menutup kepala. Julia Perez tidak perlu lagi membuat syariat baru lewat istiulah menjilbabkan hati. Ia hanya perlu sedikit capek untuk sowan ke kantor Nong Darol Mahmada dan membaca artikel Nong dengan syahdu: “Benarkah jilbab itu adalah syariat Islam?”
Atau kasus ketika Umar menjebloskan “istrinya” ke penjara karena berkelamin “dua”? Laki-laki penikmat sejenis seperti Ica, ketika Islam liberal menjadi dasar negara tidak usah turut ambil pusing. Homoseksual dan lesbianisme nanti sah-sah saja. Jargonnnya, sepeti kata “Ustadzah” Musdah Mulia: Allah tidak menilai seorang hamba dari orientasi seksualnya, tapi dari amalnya.
Para calon Nabi palsu? Akan diberikan kesempatan untuk lebar-lebar mengklaim dirinya sebagai juru selamat bangsa dan nabi penutup. Tak perlu sungkan apalagi tertutup. Seperti kata Ahmad Sahal, pentolan JIL, di Koran Tempo bahwa Rasulullah SAW tidak pernah menyuruh untuk membunuh nabi palsu, lagi pula Musailamah Al Kadzab itu diperangi karena memecah belah keutuhan umat, bukan perkara akidah. Jadi sombong betul MUI mengambil peran Tuhan.
Nah kalau sudah begini, Kebebasan menasbihkan diri menjadi Nabi palsu akan dijamin Undang-undang. Mereka akan disediakan lapak untuk bersabda bahwa dirinya bukan orang sembarangan.
Sekalipun ada Nabi palsu yang diperangi, hhsshh…tenang saja, akan hadir berbagai fihak yang membela sampai mati. Ia akan muncul sebagai konsultan nabi-nabi palsu di kemudian hari dengan menyatakan Nabi Muhammad SAW juga diperangi saat berdakwah. Ya persis apa kata Luthfi Asysyaukanie pengasong liberal di Mahkamah Konstitusi (MK) dengan menyamakan kasus Lia Eden dengan baginda Nabi.
Para pelacur juga dari sekarang mesti bersiap-siap untuk terkaget-kaget. Niat mereka untuk taubat ternyata batal hanya karena perzinahan jadi fatwa halal. Seperti pertanyaan Sumanto Al Qurthuby, “Apa bedanya pelacur dengan dosen? Dosen mencari makan dengan menjual ilmunya, pelacur mencari makan dengan menjual tubuhnya.”
Sebentar..sebentar.. sudah jelas kalau begini?
Beralasan
Berbagai pengasong ini sepertinya sudah menyiapkan Islam Liberal menjadi dasar Negara yang sah sesuai konstitusi. Amnesty Internasional bersama dengan beberapa lembaga swadaya masyarakat di Indonesia meminta pemerintah untuk segera mencabut Surat Keputusan Bersama (SKB) Nomor 3 Tahun 2008 dan Nomor 199 Tahun 2008, yang ditandatangani oleh Menteri Agama, Jaksa Agung dan Dalam Negeri, yang dinilai membatasi kegiatan-kegiatan Ahmadiyah dan menumbuh-kembangkan iklim yang mendukung kekerasan, ungkap mereka.
Ulil sudah necis sebagai ketua DPP Partai Demokrat. Ia merasa berhasil membuat pengaruh lewat daulat: “Bom buku yang ditujukan kepada saya pasti karena motif politik.” Rizal Malarangeng setali tiga uang. Senyum sumringahnya sudah ditebar dengan kuat. Aktifis Neolib dari Freedom Institute itu telah didaulat menjadi Ketua DPP Golkar dua tahun yang lewat.
Zuhairi Misrawi? Jangan tanya, dari dulu alumni Al Azhar tapi “kurang ajar” ini sudah dekat dengan Banteng Merah. Posisi Baitul Muslimin PDIP juga “diamanahkan” kepadanya. Ada lagi Burhanuddin Muhtadi, kalau ia tidak perlu masuk partai. Anak muda itu sudah pintar mengutak-atik politik di layar kaca.
Partai Islam di pinggiran Jakarta saja ada yang makai jasa institusinya: Lembaga Survey Indonesia. Sebuah Lembaga Quick Count yang sengaja diciptakan untuk menyuburkan Demokrasi Liberal di Nusantara lewat sentuhan dingin William Liddle, seorang Yahudi Liberal di Ohio.
Nah jadi barisan kelompok JIL ini sepertinya tinggal menunggu waktu saja untuk semakin mendekat ke pusat kuasa untuk membuat Indonesia lebih hancur lagi dari sekarang ini. Inilah demokrasi sistem yang diagung-agungkan sebagian umat Islam itu.
Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah : Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya). Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.(QS. Al Baqarah 120) (pz)